Keperawatan Gawat Darurat
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit asma sampai
saat ini tergolong penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Jika penanganan
terlambat penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi bagi penderita.
Adapun komplikasi dari penyakit asma dalam jangka yang lama mampu mengakibatkan
bronchitis kronik, pneumonia, pneumotoraks bahkan mampu
menyebakan kor pulmonal dan gagal jantung, bahkan dapat menyebabkan
kematian.(Suriadi, 2001).
Penyakit
asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang reversible yang
ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi
jalan nafas terhadap berbagai stimulan. Penyakit ini memiliki tanda dan gejala
berupa sesak nafas, batuk-batuk dari ringan sampai berat dan timbulnya suara
mengi (Wheezing). (Suriadi, 2001).
Penyakit
asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua yang
karier pada anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan penyebab
utama penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di
kota-kota besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma.
Yusharman menambahkan bahwa orang yang menderita penyakit asma 70 % diantaranya
adalah disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang kurang bersih
dan 30 % diantaranya adalah karena faktor genetik.(Nilawati, 2008).
Beberapa peneliti
melaporkan lebih 80% penderita asma keburu meninggal. Hal ini antara lain
kesalahan dokter dlm menilai keparahan serangan asma, Kesalahan penderita dlm
menilai dirinya kegawatan sakitnya oleh karena sudah terbiasa dengan serangan
yg berat Karena pemakaian kortikosteroid kurang.
B.
Tujuan
1. Tujuan
umum
Mendapatkan
gambaran untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan pernafasan
sesuai dengan masalah utama asma bronkial.
2.
Tujuan khusus
a.
Mahasiswa dapat mengkaji, mengenal masalah utama
dari gangguan pernafasan asma bronkial.
b.
Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala yang
terpenting dari gangguan pernafasan dengan masalah utama asma bronkial.
c.
Mahasiswa dapat memahami penanganan dari gangguan
pernafasan dengan masalah utama asma bronkial
d.
Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan
GADAR dari gangguan pernafasan dengan masalah utama asma bronkial.
KONSEP MEDIS
A.
Defenisi
Asthma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif reversibel dimana trakea dan
bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asthma Bronkiale
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan
dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel,
1991).
Status Asthmatikus
merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan
konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan
cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja,
1995).
B.
Anatomi
dan fisiologi
Secara garis besar
saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai
dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir
pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus
respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis
(N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997)
Saluran pernafasan
mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia.
Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi
yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel
goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet
dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh
rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus
akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air
untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai
keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah,
sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu
tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
C.
Etiologi
Sampai saat ini
etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan,
akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta
adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik
yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap
alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b. Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi non
alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
D.
Manifestasi
Klinik
a. Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan
nafas (exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang
berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah
penderita asma).
b. Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
c. Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya
keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
d. Serangan asma yang hebat,
penderita tidak dapat
berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
e. Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal
dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa cemas (sering
menangis) yang berlebihan, sehingga penderita dapat memperburuk keadaanya.
f. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan
mengeluarkan banyak keringat
E.
Patofisiologi
Asthma ditandai dengan kontraksi spastic
dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum
adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi
alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini
terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam
lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asthma, diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal
ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran men geluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
1. Pemeriksaan
laboratorium.
a. Pemeriksaan
sputum: Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal
charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil, Spiral
curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.Creole
yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang
terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan
kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan
darah: Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat
peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di
atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan
faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
o
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di
hilus akan bertambah.
o
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
o
Bila
terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
o
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
o
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada
paru-paru.
3.
Pemeriksaan tes kulit: Dilakukan untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
4.
Elektrokardiografi: Gambaran elektrokardiografi yang
terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan
gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o Perubahan
aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi
otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
o Tanda-tanda hopoksemia,
yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.
5.
Scanning
Paru: Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6.
Spirometri: Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G.
Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men
gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti
ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat
meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak
sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks
akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan,
dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
H.
Penatalaksanaan
Pengobatan asthma
secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1.
Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan:
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari
faktor pencetus: Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi:
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan
farmakologik
a) Agonis
beta: Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini
adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil
Xantin: Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid:
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason
dipropinate) dengan disis 800 empat kali
semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin:
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen:
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum
bromide (Atroven): Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk
aerosol dan bersifat bronkodilator.
- Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus
RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian
oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin
bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau
D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin
0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason
10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik
spektrum luas.
KONSEP
KEPERAWATAN
AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnose
keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a. Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk
pasien
b. Kaji tingkat
kesadaran pasien
R/ dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesadaran pasien
c. Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih
intensif
d. Auskultasi
bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan
sekret
e. Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah
telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas
BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan
napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh
oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan
bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi
dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose
keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas
b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a. Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b. Auskultasi
bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut
pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c. Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus
ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi
kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan
darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg.
Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan
oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.
Diagnose
Keperawatan :
Perubahan
perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
- pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi
jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini
diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami penurunan
kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan
kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien
unrespon.
EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan, maka
tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih intesif
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di mana
saluran nafas mengalami penyempitan karena adanya respon yang berlebih terhadap
rangsangan tertentu dan menyebabkan peradangan, namun penyempitan ini bersifat
sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari,
debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos
dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran
udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha
sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Obat antikolinergik (contohnya
atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot
polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.
Suatu serangan asma harus
mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat
yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam
dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.
B. Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Chronik Asma di perlukan pengetahuan dan pemahaman
tentang konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat.
Informasi yang adekuat dan penkes
sangat bermanfaat bagi klien, agar klien mampu mengatasi masalah nya secara
mandiri
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddart. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
Crockett,
A. 2000. Penanganan Asma dalam Penyakit
Primer. Jakarta : Hipocrates.
Doenges,
M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton
& Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : EGC.
Tipa,
Lia. 2011. Asuhan Keperawatan GADAR
Astimatikus. http://jhu-lee.blogspot.com/2011/02/askep-gadar-asmatikus.html#!/2011/02/askep-gadar-asmatikus.html.
Posted 23rd February 2011
0 komentar:
Posting Komentar