Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Asma Bronkhiale



Keperawatan Gawat Darurat
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Penyakit asma sampai saat ini tergolong penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Jika penanganan terlambat penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi bagi penderita. Adapun komplikasi dari penyakit asma dalam jangka yang lama mampu mengakibatkan bronchitis kronik, pneumonia, pneumotoraks bahkan mampu menyebakan kor pulmonal dan gagal jantung, bahkan dapat menyebabkan kematian.(Suriadi, 2001). 
Penyakit asma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang reversible yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan. Penyakit ini memiliki tanda dan gejala berupa sesak nafas, batuk-batuk dari ringan sampai berat dan timbulnya suara mengi (Wheezing). (Suriadi, 2001).
Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua yang karier pada anaknya. Namun, akhir-akhir ini genetik bukan merupakan penyebab utama penyakit asma. Polusi udara dan kurangnya kebersihan lingkungan di kota-kota besar merupakan faktor dominan dalam peningkatan serangan asma. Yusharman menambahkan bahwa orang yang menderita penyakit asma 70 % diantaranya adalah disebabkan karena perilaku individu dan gaya hidup yang kurang bersih dan 30 % diantaranya adalah karena faktor genetik.(Nilawati, 2008).
Beberapa peneliti melaporkan lebih 80% penderita asma keburu meninggal. Hal ini antara lain kesalahan dokter dlm menilai keparahan serangan asma, Kesalahan penderita dlm menilai dirinya kegawatan sakitnya oleh karena sudah terbiasa dengan serangan yg berat Karena pemakaian kortikosteroid kurang. 

B.       Tujuan
1.      Tujuan umum
Mendapatkan gambaran untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan pernafasan sesuai dengan masalah utama asma bronkial.
2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa dapat mengkaji, mengenal masalah utama dari gangguan pernafasan asma bronkial.
b.      Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala yang terpenting dari gangguan pernafasan dengan masalah utama asma bronkial.
c.       Mahasiswa dapat memahami penanganan dari gangguan pernafasan dengan masalah utama asma bronkial
d.      Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan GADAR dari gangguan pernafasan dengan masalah utama asma bronkial. 

KONSEP MEDIS

A.      Defenisi
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).  Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).
Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).
B.       Anatomi dan fisiologi


Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997)

Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
C.      Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a.       Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b.      Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
D.      Manifestasi Klinik
a.       Terdengar bunyi nafas (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation). (Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma).
b.      Sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki  (bronchiale).
c.       Batuk kronik (terutama di malam hari atau cuaca dingin). Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
d.      Serangan asma yang hebat, penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya dalam mengatur pernafasan.
e.       Pada anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama serangan asma, rasa cemas (sering menangis)  yang berlebihan, sehingga penderita dapat memperburuk keadaanya.
f.       Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat
E.       Patofisiologi

Asthma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
 Pada asthma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran men geluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
F.       Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan laboratorium.
a.       Pemeriksaan sputum: Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil, Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b.      Pemeriksaan darah: Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.  Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2.      Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
o   Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
o   Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
o    Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
o   Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
o   Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3.      Pemeriksaan tes kulit: Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4.      Elektrokardiografi: Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o   Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
o    Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
o   Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5.       Scanning Paru: Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6.      Spirometri: Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G.       Komplikasi
            Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang men gancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan. Pada kasus seperti ini, kerja pernapasan sangat meningkat. Apabila kerja pernapasan sangat meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat,karena individu yang mengalami asma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila individu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian.
H.      Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1.      Pengobatan non farmakologik
a)      Penyuluhan: Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b)      Menghindari faktor pencetus: Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c)      Fisioterapi: Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.      Pengobatan farmakologik
a)      Agonis beta: Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b)      Metil Xantin: Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c)      Kortikosteroid: Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)     Kromolin: Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e)      Ketotifen: Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f)       Iprutropioum bromide (Atroven): Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
  1. Pengobatan selama serangan status asthmatikus       
a)      Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b)      Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c)      Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d)     Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e)      Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f)       Antibiotik spektrum luas.


KONSEP KEPERAWATAN
AIRWAY
Pengkajian: 
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi :
a.       Amankan pasien ke tempat yang aman
R/ lokasi yang luas memungkinkan sirkulasi udara yang lebih banyak untuk pasien
b.      Kaji tingkat kesadaran pasien
R/  dengan melihat, mendengar, dan merasakan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien
c.       Segera minta pertolongan
R/ bantuan segera dari rumah sakit memungkinkan pertolongan yang lebih intensif
d.      Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut pasien
R/ mengetahui tingkat pernapasan pasien dan mengetahui adanya penumpukan sekret
e.       Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya
R/ memudahkan untuk mengeluarkan sputum pada jalan napas

BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi :
a.       Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
R/ mengetahui tingkat usaha napas pasien
b.      Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung pasien serta pipi ke mulut pasien
R/ mengetahui masih adanya usaha napas pasien
c.       Pantau ekspansi dada pasien
R/ mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.

Diagnose Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi :
-        pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis
R/ mengetahui masih adanya denyut nadi yang teraba
DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan . Namun pada penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.
EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intesif

PENUTUP

A.      Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena adanya respon yang berlebih terhadap rangsangan tertentu dan menyebabkan peradangan, namun penyempitan ini bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.
Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.
B.       Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Chronik Asma di perlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat.
Informasi yang adekuat dan penkes sangat bermanfaat bagi klien, agar klien mampu mengatasi masalah nya secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
Crockett, A. 2000. Penanganan Asma dalam Penyakit Primer. Jakarta : Hipocrates.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton & Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Tipa, Lia. 2011. Asuhan Keperawatan GADAR Astimatikus. http://jhu-lee.blogspot.com/2011/02/askep-gadar-asmatikus.html#!/2011/02/askep-gadar-asmatikus.html. Posted 23rd February 2011

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar