BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harga diri merupakan suatu nilai yang terhormat atau rasa hormat yang dimiliki seseorang terhadap diri mereka sendiri. Hal ini menjadi suatu ukuran yang berharga bahwa mereka memiliki sesuatu dalam bentuk kemampuan dan patut dipertimbangkan
Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk kebanyakan orang dan dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri rendah kronik merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsep diri, dimana perasaan tentang diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama. Termasuk didalam harga diri rendah ini evaluasi diri yang negatif dan dihubungkan dengan perasaan lemah, tidak tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna, rasa bersalah dan tidak adekuat. Harga diri rendah kronik merupakan suatu komponen utama dari depresi yang ditunjukkan dengan perilaku sebagai hukum dan tidak mempunyai rasa.
Harga diri seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman.
Beberapa penelitian menunjukan depresi yang diakibatkan karena harga diri rendah, yang salah satunya mempunyai hasil 15.600 siswa sekolah di Amerika, tingkat 6 sampai 10 menunjukan harga diri rendah yang diakibatkan karena sering dilakukan pengintimidasian/pengejekan berakibat menimbulkan resiko depresi pada usia dewasa.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan utama Harga Diri Rendah?
C. Tujuan
Dapat mengetahui pengertian, rentang respon, etiologi, tanda dan gejala, dan asuhan keperawatan dengan masalah keperawatan utama harga diri rendah.
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjang akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri, perasaan dan pengalaman tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, yang dapat di ekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. (Towsend, 1998)
Menurut Schult & Videbech (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal menapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189)
Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
B. Rentang Respons
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Rentang respons konsep diri dari adaptif sampai maladaptif adalah :
Respon adaptif |————————-|————————–|————————–|————————-| Aktualisasi diri Konsep Diri (+) Harga Diri Rendah Kerancuan Identitas Depersonalisasi |
Gb. 1. Rentang respon konsep diri (Stuart & Sundeen, 1995)
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya Harga Diri Rendah adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
Fakor predisposisi (stuart dan Sundeen, 1998)
Berbagai faktor menunjang terjadi perubahan dalam konsep diri seseorang, faktor ini dapat dibagi sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri: Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, ketergantungan pada orang lain
b. Faktor yang mempengaruhi peran: tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri: Ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam struktur sisial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor prespitasi terjadinya Haga Diri Rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situsional misalnya karena trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau dipenjara termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan fungsi tubuh yang tidak tercapai serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
Stresor pencetus mungkin ditimbulkan dri sumber internal dan eksternal
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi.
Baik faktor predisposisi maupun prespitasi di atas bila memengaruhi seseorang dalam berfikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap akan memengaruhi terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif (mekanisme koping individu tidak efektif). Bila kondisi pada klien tidak dilakukan intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan klien tidak mau bergaul dengan orang lain (isolasi sosial: menarik diri), yang menyebabkan klien asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
Menurur Peplau dan Sulivan harga diri berkaitan dengan pengalaman interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia seperti good me, bad me, not me, anak sering dipersalahkan, ditekan sehingga perasaan amannya tidak terpenuhi dan merasa ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri rendah. Menurut Ceplan, lingkungan sosial akan memengaruhi individu, pengalaman seseorang dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak oleh lingkungan sosial, tidak dihargai akan menyebabkan stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.
D. Tanda dan Gejala
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri
c. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat
d. Menunda keputusan
e. Saat bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
g. Menarik diri dari realitas, cemas panik, cemburu, curiga, halusinasi
h. Merusak diri: haraga diri rendah yang menyokong klien untuk mengakhiri hidup
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Perasaan tidak mampu
k. Pandangan hidup yang pesimistis
l. Tidak menerima pujian
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan terhadap kemampuan diri
o. Kurang memperhatikan perawatan diri
p. Berpakain tidak rapih
q. Berkurang selera makan
r. Tidak berani menatap lawan bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah
u. Marah, sedih dan menagis
v. Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
w. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
x. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap denganklien lain/perawat
y. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
z. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapanatau pergi jika diajak bercakap-cakap
E. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah kronis
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
e. Risti perilaku kekerasan
F. Standar Intervensi
1. Harga diri rendah kronis
a. Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
o Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
o Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
o Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
o Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Intervensi
o Klien dapat menilai kemampuan yang dapat diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
o Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
o Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Intervensi
o Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
o Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi
o Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
o Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
o Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi
o Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
o Beri pujian atas keberhasilan klien
o Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi
o Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
o Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
o Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
o Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi sosial
1. Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
o Sapa klien dengan ramah.
o Perkenalkan diri dengan sopan.
o Tanyakan nama lengkap dan panggilan.
o Jelaskan tujuan pertemuan dan menepati janji.
o Tunjukkan sikap empati.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi
o Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
o Hindari penilaian negatif terhadap klien .
o Utamakan memberikan pujian yang realistik.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Intervensi
o Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat di gunakan selama sakit.
o Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
Intervensi
o Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat di lakukan setipa hari sesuai kemampuan.
o Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
o Memberi contoh cara pelaksanaan yang telah direncanakan
5. Klien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
Intervensi
o Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
o Beri pujian atas keberhasin klien.
o Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung ada.
Intervensi
o Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah.
o Bantu keluarga dalam membri dukungan.
o Beritahu keluarga dalam menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
a. Tujuan umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
o Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
o Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
o Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
2. Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
Intervensi
o Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
o Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
o Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
3. Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
o Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
o Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
o Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap
Intervensi
o Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
o Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
o Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
o Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
o Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
o Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
Intervensi
o Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
o Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
o Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu)
6 Risti Perilaku kekerasan
a. Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
o Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki
Intervensi
o Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
o Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
o Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Intervensi
o Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
o Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
o Berikan pujian
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Intervensi
o Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
o Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
o Beri pujian atas keberhasilan klien.
o Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Intervensi
o Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
o Beri pujian atas keberhasilan klien.
o Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Intervensi
o Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
o Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
o Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
H. Strategi Pelaksanaan untuk Pasien dan Keluarga
No. | Pasien | Keluarga |
SPIP | SPIk | |
1. | Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien | Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien |
2. | Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan | Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya. |
3. | Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien | Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial |
4. | Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih | |
5. | Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien | |
6. | Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian | |
| SPIIP | SPIIk |
1. | Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien | Melatih keluarga dalam mem- praktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah |
2. | Melatih kemampuan kedua | Melatih keluarga dalam mem- praktekkan cara merawat yang langsung kepada pasien harga diri rendah |
3. | Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian | |
| SPIIIP | SPIIIk |
1. | | Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) |
2. | | Menjelaskan follow up pasien setelah pulang |
G. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi keperawatan yang diberikan pada klien dengan harga diri rendah kronis ini meliputi tindakan untuk klien secara pribadi, juga untuk keluarga dan komunitas di lingkungan klien tinggal. Terapi yang diberikan tetap dengan menggunakan tindakan keperawatan generalis ditambah dengan tindakan berupa terapi kognitif untuk individu, triangle terapi untuk keluarga dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan logoterapi untuk terapi kelompok pada klien harga diri rendah kronis. Terapi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tindakan keperawatan pada klien:
a. Tujuan:
o Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
o Kien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
o Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
o Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
o Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
b. Tindakan keperawatan:
1) Terapi generalis
Prinsip tindakan:
o Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
o Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
o Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
o Latih kemampuan yang dipilih klien
o Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
o Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
o Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
o Latih kemampuan kedua
o Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal harian
2) Terapi Kognitif
Prinsip tindakan:
Sesi I : Mengungkapkan pikiran otomatis
Sesi II : Mengungkapkan alasan
Sesi III : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
Sesi IV : Menuliskan pikiran otomatis
Sesi V : Penyelesaian masalah
Sesi VI : Manfaat tanggapan
Sesi VII : Mengungkapkan hasil
Sesi VIII : Catatan harian
Sesi IX : Support system
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
a. Tujuan :
1. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Keluarga memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan
3. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan latihan yang dilakukan
4. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Terapi generalis
Prinsip tindakan:
o Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri rendah
o Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR
o Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien denganHDR
o Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan perawat sebelumnya
2) Triangle terapi
Prinsip tindakan :
Sesi I : Mengenali dan mengekspresikan perasaan
Sesi II : Menerima orang lain (klien)
Sesi III : Penyelesaian masalah
Sesi IV : Mengungkapkan hasil
3. Tindakan keperawatan untuk kelompok
1) Terapi generalis : TAKS
Prinsip tindakan:
o Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan memperkenalkan diri
o Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
o Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
o Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
o Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
o Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
o Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan
2) Logo terapi
Prinsip tindakan :
o Sesi 1 : Mengenal masalah
o Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
o Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
o Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
o Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi
Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan harga diri rendah kronis ini adalah terapi kognitif, logo therapy dan triangle therapy untuk di modifikasi dengan terapi medis yang diberikan. Dengan pertimbangan pemberian psikofarmaka hanya untuk mengatasi masalah penyakitnya saja dimana gejalanya diharapkan menjadi berkurang atau hilang tetapi tidak merubah pola pikir, perasaan dan perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami harga diri rendah. Karena sebenarnya masalah utama penyebab dari harga diri rendah kronis yang dialami belum diatasi dan kemampuan koping yang dipergunakan dalam menghadapi tekanan belum digunakan seefektif mungkin.
Terapi Kognitif
Kata cognitive atau cognition berarti pengetahuan atau pemikiran, oleh karena itu kognitif terapi dianggap sebagai pengobatan psikologi untuk pikiran. Secara sederhana terapi kognitif menjalankan asumsi tentang pikiran, keyakinan, sikap dan persepsi terhadap prasangka tanpa tekanan emosi yang berpengalaman dan juga intensitas emosi tersebut. Terapi kognitif ini ditemukan oleh Aaron Beck,M.D untuk terapi depresi. Dr Beck dan peneliti lainnya mengembangkan metode untuk menggunakan terapi kognitif untuk masalah psikiatrik lainnya, seperti, panik, masalah untuk pengontrolan marah dan pengguna obat. Bentuk terapi ini diterima sangat baik dalam menyokong penelitian, terutama terapi yang menyangkut depresi. (Westermeyer, 2005). Harga diri rendah kronis merupakan gejala yang dominan pada kondisi klien dengan depresi, sehingga terapi kognitif sangat tepat dilakukan pada klien dengan harga diri rendah kronis. Dengan dilakukannya terapi kognitif, diharapkan dapat merubah pikiran negatif klien menjadi pikiran yang positif.
Menurut Burns (1988), hasil penelitian di Amerika menyimpulkan bahwa terapi kognitif lebih cepat mengatasi depresi dan gangguan emosional lainnya daripada psikoterapi konvensional seperti terapi perilaku, terapi kelompok dan terapi yang berorientasi pada pengenalan diri (insight – oriented) maupun terapi obat-obatan (anti depresan). Terapi kognitif dapat melatih klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif.
Terapi kognitif merupakan bentuk psikoterapi yang digunakan untuk pengobatan klien depresi, kecemasan, phobia, dan bentuk lain dari penyakit mental. Cognitive therapy merupakan dasar pemikiran tentang bagaimana klien berfikir (kognitif), bagaimana klien merasakan (emosi) dan bagaimana klien bertingkah laku dalam semua interaksi. Secara khusus, apa yang klien pikirkan menentukan perasaan dan tingkah laku klien. Karena itu pikiran negatif dapat menyebabkan distress dan menghasilkan masalah.
Cognitive Therapy merupakan salah satu pendekaan psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektifitasnya dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari terapi kognitif terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berfikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berfikir selama proses proses terapi. Demikian pula pada pasien pola pikir yang maladaptif (disfungsi kognitif) dan gangguan prilaku, diharapkan klien mampu melakukan perubahan cara berfikir dan mampu mengendalikan gejala-gejala dari gangguan yang dialami. Terapi kognitif berorientasi pada pemecahan masalah, dengan terapi yang dipusatkan pada keadaan “disini dan sekarang”, yang memandang individu sebagai pengambilan keputusan penting tentang tujuan atau masalah yang akan dipecahkan dalam proses terapi.
Tujuan utama dalam terapi kognitif menurut Gara (2003) adalah:
1. Membangkitkan pikiran-pikiran negatif/berbahaya, dialog internal atau bicara sendiri (self talk), dan interpretasi terhadap kejadian-kejadian yang dialami. Pikiran-pikiran negatif tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien, apabila menghadapi situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut perilaku maladaptif, yang menambah berat masalah.
2. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering didasari atas kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif diarahkan untuk membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
3. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam proses terapi. Dengan demikian terapi kognitif diharapkan berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien belajar mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gangguan.
Menurut Burns (1988) , teknik kontrol mood yang efektif dan sederhana dalam terapi kognitif yang bertujuan :
1. Perbaikan simptomatik secara cepat: Terhentinya segala gejala depresi sering terjadi dalam waktu singkat (12 minggu)
2. Memahami: Penjelasan tentang mengapa klien murung dan apa yang dapat klien lakukan untuk mengubahnya. Klien akan mengetahui penyebab cengkraman kuat perasaannya dan dapat membedakan emosi yang normal dan abnormal.
3. Kendali diri: Klien akan mengetahui cara menerapkan strategi pertolongan diri yang efektif dan aman, sehingga dapat kembali merasa lebih baik. Terapis akan membimbing klien mengembangkan rencana bantu-diri (self-help) secara bertahap, realistis dan praktis.
4. Pencegahan dan pertumbuhan pribadi: Pencegahan yang bertahan lama terhadap gelombang rasa murung di masa depan dapat bersandar pada penilaian kembali beberapa nilai dan sikap dasar yang melatarbelakangi kecenderungan klien mengalami depresi. Terapis akan membantu klien bagaimana menghadapi dan mengevaluasi kembali beberapa asumsi tertentu mengenai nilai dan martabat manusia.
Logo Therapy
Logoterapi berfokus pada arti eksistensi manusia dan usahanya mencari arti itu. Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi: fisik, psikologis, dan spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan kepada agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan fisik dan psikologis. Kedokteran, termasuk psikoterapi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan.
Teknik analisa dalam logoterapi meliputi mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna dan mengungkap makna dalam kondisi kritis. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, dimana klien lebih dominan memandang aspek negatif dirinya dan kurang bergairah dalam mencari makna kehidupan ataupun dalam pencapaian tujuan hidup. Penerapan logoterapi pada klien dengan harga diri rendah kronis akan membantu klien dalam mengungkapkan perasaan dan menemukan makna kehidupan serta akan meningkatkan neurotransmitter di otak (terutama serotonin), sehingga harga diri klien dapat meningkat secara bermakna.
Triangle Therapy
Setiap hubungan antara terapis, klien dan keluarga dalam psikoterapi merupakan bagian dari triangle relationship (hubungan segitiga). Hal ini karena setiap klien merupakan bagian dari multi generasi yang disebut keluarga. Setiap terapi berpengaruh bagi keluarga dan dipengaruhi oleh keluarga.
Hal ini sesuai dengan konsep triangle therapy bahwa jika dua orang anggota keluarga terjadi konflik, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan dan mendukung penyelesaian masalah mereka. Secara alamiah, proses dalam kehidupan manusia dipengaruhi oleh tiga sisi jaringan hubungan tersebut. Ketiga jaringan tersebut membentuk hubungan yang disebut ”emotional triangle”. Pada klien dengan harga diri rendah kronis, pola interaksi dengan keluarga tidak berjalan dengan baik. Sehingga dengan dilakukannya triangle therapy ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan perasaannya dan klien dapat diterima dalam keluarganya dan mendapat support dari keluarga dalam penyelesaian masalah klien. Inti dari terapi ini adalah bukan saja menghilangkan gejala yang ditimbulkan dari masalah yang dihadapi. Akan tetapi adalah bagaimana membantu klien dengan harga diri rendah kronis yang biasanya menggunakan koping regresi menjadi lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang dialaminya dan mencegah supaya gejala yang dialaminya tidak muncul kembali. Proses pendewasaan ini adalah proses belajar menjadi diri sendiri dalam berinteraksi dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran
B. Saran
Kepada perawat dan keluarga pasien agar dapat melakukan tindakan dalam meningkatkan harga diri klien terutama dalam menjalin hubungan saling percaya dan yang terpenting adalah sikap keluarga: empati, mengontrol klien dan memberikan pujian padanya.
0 komentar:
Posting Komentar