Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Konsep Teori dan Model Keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan  suatu bentuk  pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya  ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia, kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat serta teknologi bidang  kesehatan yang senantiasa berkembang. Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar  rumah sakit Indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawatan.

Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks.Dalam melaksanakan prakteknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan.Konsep adalah suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir dengan smbol-simbol yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau model keperawatan.
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan.


B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah yang dimaksud dengan model praktik keperawatan dan apakah  tujuan teori dan model keperawatan ?
2.    Bagaimanakah karakteristik teori keperawatan dan  apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi teori keperawatan ?
3.    Bagaimanakah pandangan beberapa ahli tentang model konsep dan teori keperawatan?

C.    TUJUAN
1.  Mengetahui model praktik keperawatan dan  tujuan teori dan model keperawatan
2.    Mengetahui  karakteristik teori keperawatan dan  faktor-faktor yang mempengaruhi teori keperawatan
3.    Mengetahui  pandangan beberapa ahlitentang model konsep dan teori keperawatan

BAB II
KONSEP TEORI DAN MODEL KEPERAWATAN
A.    PENGERTIAN
Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang fenomena, menggambarkan teori dari skema konseptual melalui penggunaan symbol dan diafragma. Konsep adalah suatu keyakinan yang kompleks terhadap suatu obyek, benda, suatu peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi seseorang berupa ide, pandangan atau keyakinan. Model konsep adalah rangkaian konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas fenomena-fenomena, mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah.
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau suatu kerangka konsep atau definisi yang memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena –fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep tersebut dengan maksud untuk menguraikan, menerangkan, meramalkan dan atau mengendalikan suatu fenomena. Teori dapat diuji, diubah atau digunakan sebagai suatu pedoman dalam penelitian.
Teori keperawatan  didefinisikan oleh Stevens (1981) sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan. Teori keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lainnya dan bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan memperkirakan dan mengontrol hasil asuhan keperawatan yang dilakukan.

Teori keperawatan menurut Barnum 1990 merupakan usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan.
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan.

B.    TUJUAN TEORI DAN MODEL KEPERAWATAN
a.    Tujuan Teori Keperawatan
Teori keperawatan sebagai salah satu bagian kunci perkembangan ilmu keperawatan dan pengembangan profesi keperawatan memiliki tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:
1.     Adanya teori keperawatan diharapkan dapat memberikan alasan-alasan tentang kenyataan-kenyataan yang dihadapi dalam pelayanan keperawatan, baik bentuk tindakan atau bentuk model praktek keperawatan sehingga berbagai permasalahan dapat teratasi.
2.    Adanya teori keperawatan membantu para anggota profesi perawat untuk memahami berbagai pengetahuan dalam pemberian asuhan keperawatan kemudian dapat memberikan dasar dalam menyelesaikan berbagai masalah keperawatan.
3.    Adanya teori keperawatan membantu proses penyelesain masalah dalam keperawatan dengan memberikan arah yang jelas bagi tujuan tindakan keperawatan sehingga segala bentuk dan tindakan dapat dipertimbangkan.
4.    Adanya teori keperawatan juga dapat memberikan dasar dari asumsi dan filosofi keperawatan sehingga pengetahuan dan pemahaman dalam tindakan keperawatan dapat terus bertambah dan berkembang.1

b.    Tujuan Model Keperawatan
1.    Menjaga konsisten asuhan keperawatan.
2.    Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
3.    Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.    Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5.    Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.2


C.    KARAKTERISTIK TEORI KEPERAWATAN
Torrest (1985) dan Chinn & Jacob (1983) menegaskan terdapat lima karakteristik dasar teori keperawatan :
1.    Teori keperawatan mengidentifikasikan dan mendefinisikan sebagai hubungan yang spesifik dari konsep-konsep keperawatan seperti hubungan antara konsep manusia, konsep sehat-sakit, konsep lingkungan dan keperawatan
2.    Teori keperawatan bersifat ilmiah, artinya teori keperawatan digunakan dengan alasan atau rasional yang jelas dan dikembangkan dengan menggunakan cara berpikir yang logis
3.    Teori keperawatan bersifat sederhana dan umum, artinya teori keperawatan dapat digunakan pada masalah sederhana maupun masalah kesehatan yang kompleks sesuai dengan situasi praktek keperawatan
4.    Teori keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang dilakukan melalui penelitian
5.    Teori keperawatan menjadi pedoman dan berperan dalam memperbaiki kualitas praktek keperawatan1

D.    FAKTOR PENGARUH TEORI KEPERAWATAN
1.    Filosofi Florence Nigtingale
Florence merupakan salah satu pendiri yang meletakkan dasar-dasar teori keperawatan yang melalui filosofi keperawatan yaitu dengan mengidentifikasi peran perawat dalam menemukan kebutuhan dasar manusia pada klien serta pentingnya pengaruh lingkungan di dalam perawatan orang yang sakit yang dikenal dengan teori lingkungannya. Selain Florence juga membuat standar pada pendidikan keperawatan serta standar pelaksanaan asuhan keperawatan yang efesien.Beliau juga membedakan praktek keperawatan dengan kedokteran dan perbedaan perawatan pada orang yang sakit dengan yang sehat.
2.    Kebudayaan
Kebudayaan juga mempunyai pengaruh dalam perkembangan teori-teori keperawatan diantaranya dengan adanya pandangan bahwa dalam memberikan pelayanan keperawatan akan lebih baik dilakukan oleh wanita karena wanita mempunyai jiwa yang sesuai dengan kebutuhan perawat, akan tetapi perubahan identitas dalam proses telah berubah seiring dengan perkembangan keperawatan sebagai profesi yang mandiri, demikian juga yang dahulu budaya perawat dibawah pengawasan langsung dokter, dengan berjalannya dan diakuinya keperawatan sebagai profesi mandiri, maka hak dan otonomi keperawatan telah ada sehingga peran perawat dan dokter bukan di bawah pengawasan langsung akan tetapi sebagai mitra kerja yang sejajar dalam menjalankan tugas sebagai tim kesehatan.
3.    Sistem Pendidikan
Pada sistem pendidikan telah terjadi perubahan besar dalam perkembangan teori keperawatan. Dahulu pendidikan keperawatan belum mempunyai sistem dan kurikulum keperawatan yang jelas, akan tetapi sekarang keperawatan telah memiliki sistem pendidikan keperawatan yang terarah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit sehingga teori-teori keperawatan juga berkembang dengan orientasi pada pelayanan keperawatan.
4.    Pengembangan Ilmu Keperawatan
Pengembangan ilmu keperawatan ditandai dengan adanya pengelompokan ilmu keperawatan dasar menjadi ilmu keperawatan klinik dan ilmu keperawatan komunitas yang merupakan cabang ilmu keperawatan yang terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan pada tahun-tahun yang akan datang akan selalu ada cabang ilmu keperawatan yang khusus atau subspesialisasi yang diakui sebagai bagian ilmu keperawatan sehingga teori-teori keperawatan dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan  atau lingkup bidang ilmu keperawatan.1

E.    SEJARAH KEPERAWATAN DALAM ISLAM
Banyak perawat-perawat muslim tidak mengenal Rufaidah binti Sa’ad, banyak dari mereka yang hanya mengenal tokoh keperawatan yang berasal dari dunia barat yaitu Florence Nighttingale seorang tokoh keperawatan yang berasal dari Inggris. Sesungguhnya apabila kita ingin menelaah lebih jauh lagi ke belakang jauh sebelum agama Islam menyentuh dunia barat, dunia barat saat itu mengalami masa kegelapan dan kebodohan di karenakan pada waktu itu kebijakan dari pihak gereja yang lebih banyak menguntungkan mereka, tapi disisi lain di belahan dunia lainnya yaitu Jazirah Arab dimana Islam telah di ajarkan oleh Rasulullah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan terutama dalam dunia keperawatan. Bukan berarti rasul menjadi seorang tabib tapi dalam ajaran Islam yang beliau sampaikan mengandung  ajaran dan nilai- nilai kesehatan seperti perilaku hidup bersih dan sehat, pentingnya menjaga kebersihan diri ( Personal Hygiene ), menjaga kebersihan makanan, mencuci tangan, ibadah puasa, berwudhu dan lain sebagainya.
Menurut Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Beliau hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah /abad ke-8 Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain.
Rufaidah binti Sa’ad memiliki nama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al-Khazraj yang tinggal di Madinah, dia lahir di Yathrib dan termasuk kaum Ansar yaitu suatu golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Ayahnya seorang dokter dan dia mempelajari ilmu keperawatan saat membantu ayahnya. Dan saat kota Madinah berkembang Rufaidah mengabdikan dirinya merawat kaum muslimin yang sakit dan membangun tenda di luar Mesjid Nabawi saat dalam keadaan damai. Dan saat perang Badar, Uhud, Khandaq, dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang. Dia juga mendirikan Rumah Sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Rasulullah SAW pun memerintahkan agar para korban yang terluka di bantu oleh dia.
Dalam beberapa literatur sejarah islam mencatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti : Ummu Ammara, Aminah, Ummu Ayman, Safiyat, Ummu Sulaiman, dan Hindun.3
Beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat adalah :
a.    Ku’ayibat,
b.    Aminah binti Abi Qays Al Ghifari,
c.    Ummu Atiyah Al Ansariyat, dan
d.    Nusaibat binti Ka’ab Al Maziniyat.
Sejarah Perkembangan Keperawatan Islam
1.    Masa penyebaran Islam/ The Islamic Period (570 – 632 M)
Dokumen tentang keperawatan sebelum-islam (pre-islamic period) sebelum 570 M sangat sedikit ditemukan. Perkembangan keperawatan di masa ini, sejalan dengan perang kaum muslimin/jihad (holy wars), memberikan gambaran tentang keperawatan dimasa ini. Sistem kedokteran masa lalu yang lebih menjelaskan pengobatan dilakukan oleh dokter ke rumah pasien dengan memberikan resep, lebih dominan. Hanya sedikit sekali lilatur tentang perawat, namun dalam periode ini dikenal seorang perawat yang bersama Nabi Muhammad SAW telah melakukan peran keperawatan yaitu Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asamiya (Tumulty 2001, Al Osimy, 1994)
2.    MasaSetelah Nabi/Post –Prophetic Era (632 – 1000 M)
Sejarah tentang keperawatan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW jarang sekali (Al Simy, 1994). Dokumen yang ada lebih didominasi oleh kedokteran dimasa itu. Dr Al-Razi yang digambarkan sebagai seorang pendidik, dan menjadi pedoman yang juga menyediakan pelayanan keperawatan. Dia menulis dua karangan tentang “The Reason Why Some Persons and the Common People Leave a Physician Even if He Is Clever” dan “A Clever Physician Does Not Have the Power to Heal All Diseases, for That is Not Within the Realm of Possibility.” Di masa ini ada perawat diberi nama “Al Asiyah” dari kata Aasa yang berarti mengobati luka, dengan tugas utama memberikan makanan, memberikan obat, dan rehidrasi.
3.    Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M)
Dimasa ini negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan antara ruang pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004)
4.    Masa Modern (1500 – sekarang) Early Leaders in Nursing’s Development
Masa ini ditandai dengan banyaknya ekspatriat asing (perawat asing dari Eropa, Amerika dan Australia, India, Philipina) yang masuk dan bekerja di RS di negara-negara Timur Tengah. Bahkan dokumen tentang keperawatan di Arab, sampai tahun 1950 jarang sekali, namun di tahun 1890 seorang misionaris Amerika, dokter dan perawat dari Amerika telah masuk Bahrain dan Riyadh untuk merawat Raja Saudi King Saud. (Amreding, 2003)
Dimasa ini ada seorang perawat Timur Tengah bernama Lutfiyyah Al-Khateeb, seorang perawat bidan Saudi pertama yang mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo dan kembali ke negaranya, dan di tahun 1960 dia membangun Institusi Keperawatan di Arab Saudi.3

F.    PANDANGAN BEBERAPA AHLI TENTANG MODEL KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN

1.    Siti Rufaidah
Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin. Ada pula yang mengenal sebagai Rufaidah binti Sa’ad/Rufaidah Al-Asalmiya dimana dalam beberapa catatan publikasi menyebutkan Rufaidah Al-Asalmiya, yang memulai praktek keperawatan dimasa Nabi Muhammad SAW adalah perawat pertama muslim Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim (Jan, 1996). Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur.
Rufaidah melatih pula beberapa kelompok wanita untuk menjadi perawat, dan dalam perang Khaibar mereka meminta ijin Nabi Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang pertempuran untuk merawat mereka yang terluka, dan Nabi mengijinkannya. Tugas ini digambarkan mulia untuk Rufaidah, dan merupakan pengakuan awal untuk pekerjaaannya di bidang keperawatan dan medis.
Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi teknologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang.3

2.    Florence Nightingale (Teori Nightingale)
Nightingale membuat sebuah teori yang dikenal sebagai teori keperawatan modern (modern nursing). Titik berat teori ini adalah pada aspek lingkungan. Nightingale meyakini bahwa kondisi lingkungan yang sehat penting untuk penanganan perawatan yang layak. Komponen lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan, antara lain:
a.    Udara segar
b.    Air bersih
c.    Saluran pembuangan yang efesien
d.    Kebersihan
e.    Cahaya
Aspek lingkungan yang diutamakan Nightingale dalam merawat klien adalah ventilasi yang cukup bagi klien.Ia berkeyakinan bahwa ketersediaan udara segar secara terus-menerus merupakan prinsip utama dalam perawatan. Oleh sebab itu, setiap perawat harus menjaga udara yang harus dihirup klien tetap bersih , sebersih udara luar tanpa harus membuatnya kedinginan. Komponen lain yang tidak kalah penting dalam perawatn klien adalah cahaya matahari. Nightingale yakin sinar matahari dapat member manfaat yang besar bagi kesehatan klien. Karenanya, perawat juga perlu membawa klien berjalan-jalan keluar untuk merasakan sinar matahari selama tidak terdapat kontraindikasi .focus perawatan klien menurut Nightingale adalah pada kebersihan. Ia berpendapat, kondisi kesehatan klien sangat dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, baik kebersihan klien, perawat maupun lingkungan.4
Selain kelima komponen lingkungan diatas, seorang perawat juga harus memperhatikan kehangatan, ketenangan, dan makanan klien.


Asumsi Utama Teori Nightingale
Nightingale mendefenisikan kesehatan sebagai kondisi sejahtera dan mampu memanfaatkan setiap daya yang dimiliki hingga batas maksimal, sedangkan penyakit merupakan proses perbaikan yang dilakukan tubuh untuk membebaskan diri dari gangguan yang dialami sehingga individu dapat kembali sehat. Prinsip perawatan adalah menjaga agar proses reparative ini tidak terganggu dan tiak menyediakan kondisi yang optimal untuk proses tersebut. Untuk mencapai kondisi kesehatan, perawat harus menggunakan nalarnya, disertai ketekunan dan observasi.
Dengan demikian, kesehatan dapat dipelihara melalui upaya pencegahan penyakit melalui faktor kesehatan lingkungan. Ia menyebut hal ini sebagai health nursing  dan membedakannya dengan proper nursing yang berarti merawat klien yang sakit hingga ia dapat bertahan atau setidaknya menjadi lebih baik hingga saat kematiannya.
Menurut Nightingale, lingkungan adalah tatanan eksternal yang memengaruhi sakit dan sehatnya seseorang, termasuk disini makanan klien dan interaksi perawat dengan klien. Jika seseonrang ingin sehat, perawat, alam, dan orang yang bersangkutan harus bekerja sama agar proses reparative dapat berjalan. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Pengaruh Teori Nightingale Terhadap Keperawatan








Teori Nigtingale, keperawatan modern (modern nursing), merupakan langkah awal dalam formalisasi dan pengembangan ilmu keperawatan selanjutnya. Ia telah meletakkan suatu pijakan bagi pengembangan teori keperawatn sesudahnya. Didasari atau tidak, Nightingale telah member pedoman umum bagi perawat dalam merawat klien.Prinsip-prinsip dasar perbaikan lingkungan dan penanganan psikologis terhadap klien dapat diterapkan dengan modifikasi dalam banyak tatanan perawatan kontemporer.Ide-ide Nightingale telah mendorong pemikiran produktif bagi perawat dan profesi keperawatan.4
3.    Virginia Henderson (Teori Henderson)
Defenisi Keperawatan Menurut Henderson
Virginia henderson memperkenalkan defenition of nursing (defenisi keperawatan). Defenisinya mengenai keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya.Ia menyatakan bahwa defenisi keperawatan harus menyertakan prinsip kesetimbangan fisiologis. Henderson sendiri kemudian mengemukakan sebuah defenisi keperawatan yang ditinjau dari sisi fungsional. Menurutnya, tugas unik perawat adalah membantu individu, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, melalui upayanya melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan damai, yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat ia memiliki kekuatan, kemampuan, kemauan, atau pengetahuan untk itu. Di samping itu, Henderson juga mengembangkan sebuah model keperawatan yang dikenal dengan “The Activities of Living”.Model tersebut menjelaskan bahwa tugas perawat adalah membantu individu dalam meningkatkan kemandiriannya secepat mungkin.Perawat menjalankan tugasnya secara mandiri, tidak tergantung pada dokter.Akan tetapi perawat tetap menyampaikan rencananya pada dokter sewaktu mengunjungi pasien.4
Konsep Utama Teori Henderson
Konsep utama teori Henderson mencakup manusia, keperawatan, kesehatan, dan lingkungan.
1.    Manusia. Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan bantuan untuk meraih kesehatan, kebebasan, atau kematian yang damai, serta bantuan untuk meraih kemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan dasar manusia terdiri atas 14 komponen yang merupakan komponen penanganan perawatan. Keempat belas kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut.
1)    Bernapas secara normal
2)    Makan dan minum dengan cukup
3)    Membuang kotoran tubuh
4)    Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan
5)    Tidur dan istirahat
6)    Memilih pakaian yang sesuai
7)    Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan
8)    Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi integumen
9)    Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai
10)    Berkomunikasi dengan orang lain dalam menungkapkan emosi, kebutuhan, rasa takut, atau pendapat
11)    Beribadah sesuai dengan keyakinan
12)    Bekerja dengan tata cara yang mengandung prestasi
13)    Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi
14)    Belajar mengetahui atau memuaskan atau rasa penasaran yang menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.
Keempat belas kebutuhan dasar manusia di atas dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu komponen kebutuhan biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual kebutuhan dasar poin a-i termasuk komponen kebutuhan biologis, poin j dan n termasuk komponen kebutuhan psikologis, poin k termasuk kebutuhan spiritual, dan komponen l dan m termasuk komponen kebutuhan sosiologis.
Henderson juga menyatakan bahwa pikiran dan tubuh manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain (inseparable). Sama halnya dengan klien dan keluarga, mereka merupakan satu kesatuan (unit).4

2.    Keperawatan. Perawat mempunyai fungsi unik untuk membantu individu, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Sebagai anggota tim kesehatan, perawat mempunyai fungsi independence di dalam penanganan perawatan berdasarkan kebutuhan manusia (14 komponen di atas). Untuk menjlankan fungsinya, perawat harus memiliki pengetahuan biologis maupun sosial.
3.    Kesehatan. Sehat adalah kualitas hidup yang menjadi dasar seseorang dapat berfungsi bagi kemanusiaan. Memperoleh kesehatan lebih penting daripada mengobati penyakit. Untuk mencapai kondisi sehat, diperlukan kemandirian dan saling ketergantungan. Individu akan meraih atau mempertahankan kesehatan bila mereka memiliki kekuatan, kehendak, serta pengetahuan yang cukup.
4.    Lingkungan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan aspek lingkungan.
a.    Individu yang sehat mampu mengontrol lingkungan mereka, namun kondisi sakit akan menghambat kemampuan tersebut
b.    Perawat harus mampu melindungi pasien dari cedera mekanis
c.    Perawat harus memiliki pengetahuan tentang keamanan lingkungan
d.    Dokter menggunakan hasil observasi dan penilaian perawat sebagai dasar dalam memberikan resep
e.    Perawat harus meminimalkan peluang terjadinya luka melalui saran-saran tentang kontruksi bangunan dan pemeliharaannya
f.    Perawat harus tahu tentang kebiasaan sosial dan praktik keagamaan untuk memperkirakan adanya bahaya.4
Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara perawat dengan klien. Menurut henderson, hubungan perawat-klien terbagi dalam tiga tingkatan, mulai dari hubungan sangat bergantung hingga hubungan sangat mandiri.
1.    Perawat sebagai pengganti (substitute) bagi pasien
2.    Perawat sebagai penolong (helper) bagi pasien
3.    Perawat sebagai mitra (partner) bagi pasien.
Pada situasi pasien yang gawat, perawat berperan sebagai pengganti di dalam memenuhi kebutuhan pasien akibat kekuatan fisik, kemampuan, atau kemampuan pasien yang berkurang.Di sini perawat berfungsi untuk “melengkapinya”.Setelah kondisi gawat berlalu dan pasien berada fase pemulihan, perawat berperan sebagai penolong untuk menolong atau membantu pasien mendapatkan kembali kemandiriannya. Kemandirin ini sifatnya relatif, sebab tidak ada satu pun manusia yang tidak bergantung pada orang lain. Meskipun demikian, perawat berusaha keras saling bergantung demi mewujudkan kesehatan pasien.Sebagai mitra, perawat dan pasien bersama-sama merumuskan rencana perawatan bagi pasien.Meski diagnosisnya berbeda, setiap pasien tetap memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Hanya saja, kebutuhan dasar tersebut dimodifikasi berdasarkan kondisi patologis dan faktor lainnya, seperti usia, tabiat, kondisi emosional, status sosial atau budaya, serta kekuatan fisik dan intelektual.
Kaitannya dengan hubungan perawat-dokter, Henderson berpendapat bahwa perawat tidak boleh selalu tunduk mengikuti perintah dokter.Henderson sendiri mempertanyakan filosofi yang membolehkan seorang dokter memberi perintah kepada pasien atau tenaga kesehatan lainnya.Tugas perawat adalah membantu pasien dalam melakukan manajemen kesehatan ketika tidak ada dokter.Rencana perawatan yang dirumuskan perawat dan pasien harus dijalankan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rencana pengobatan yang dilakukan oleh dokter.

Keyakinan dan tata Nilai Teori Henderson








Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian sesuai dengan usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau mencapai kematian yang damai.Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan dasar.4

Aplikasi Teori henderson dalam Proses Keperawatan
Defenisi ilmu keperawatan Henderson dalam kaitannya dengan praktik keperawatan menunjukkan bahwa perawat memiliki tugas utama sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien. Manfaat asuhan keperawatan ini terlihat dari kemajuan kondisi pasien, yang smula bergantung pada orang lain menjadi mandiri. Perawat dapat membantu pasien beralih dari kondisi bergantung (dependent) menjadi mandiri (independent) dengan mengkaji, merencanakan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi 14 komponen penanganan perawatan dasar.
Pada tahap penilaian (pengkajian), perawat menilai kebutuhan dasar pasien berdasarkan 14 komponen di atas. Dalam mengumpulkan data , perawat menggunakan metode observasi, indera penciuman, peraba, dan pendengaran. Setelah data terkummpul, perawat menganalisis data tersebut dan membandingkannya dengan perngetahuan dasar tentang sehat-sakit. Hasil analisis tersebut menentukan diagnosis keperawatan yang akan muncul. Diagnosis keperawatan menurut Henderson, dibuat dengan mengenali kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhannya, dengan atau tanpa bantuan, serta dengan mempertimbangkan kekuatan atau pengetahuan yang dimiliki individu.
Tahap perencanaan, menurut Henderson, meliputi aktivitas penyusunan rencana kebutuhan sesuai kebutuhan indiviu, termasuk di dalamnya perbaikan rencana jika ditemukan adanya perubahan, serta dokumentasi bagaimana perawat membantu individu dalam keadaan sehat atau sakit.Selanjutnya, pada tahap implementasi, perawat membantu individu memenuhi kebutuhan dasar yang telah disusun dalam rencana perawatan guna memelihara kesehatan individu, memulihkannya dari kondisi sakit, atau membantunya meninggal dalam damai. Intervensi yang diberikan perawat sifatnya individual, bergantung pada prinsip fisiologis, usia, latar belakang budaya, keseimbangan emosional, dan kemampuan intelektual serta fisik individu. Terakhir, perawat mengevaluasi pencapaian kriteria yang diharapkan dengan menilai kemandirian pasien dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.4

4.    Imogene King (Teori King)
King memahami model konsep dan teori keperawatan dengan menggunakan pendekatan sistem terbuka dalam hubungan interaksi yang konstan dengan lingkungan, sehingga King mengemukakan dalam model konsep interaksi.
Dalam mencapai hubungan interaksi, King mengemukakan konsep kerjanya yang meliputi adanya system personal, system interpersonal dan system social yang saling berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat digambarkan sebagai berikut:


Menurut King system personal merupakan system terbuka dimana didalamnya terdapat persepsi, adanya pola tumbuh kembang, gambaran tubuh, ruang dan waktu dari individu dan lingkungan, kemudian hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara perawat dan pasien serta hubungan social yang mengandung arti bahwa suatu interaksi perawat dan pasien dalam menegakkan system social, sesuai dengan situasi yang ada. Melalui dasar sistem tersebut, maka King memandang manusia merupakan individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek. Manusia sebagai makhluk yang berorientasi terhadap waktu tidak lepas dari masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa yang akan datang dan sebagai makhluk social manusia akan hidup bersama orang lain yang akan berinteraksi satu dengan yang lain.1
Berdasarkan hal tersebut, maka manusia memiliki tiga kebutuhan dasar yaitu:
1.    Informasi kesehatan
2.    Pencegah penyakit
3.    Kebutuhan terhadap perawat ketika sakit.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, King mengemukakan pendekatan teori yang terdiri dari komponen yang dapat digambarkan pada gambar 1.5.
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan bahwa konsep hubungan manusia menurut King terdiri dari komponen:
1.    Aksi merupakan proses awal hubungan dua individu dalam berperilaku, dalam memahami atu mengenali kondisi yang ada dalam keperawatn dengan gambaran hubungan perawat dank lien untuk melakukan kontrak atau tujuan yang diharapkan.
2.    Reaksi adalah suatu bentuk tindakan yang terjadi adanya aksi dan meruapakn respons dari individu.








3.    Interaksi merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling mempengaruhi antara perawat dan klien yang terwujud dalam komunikasi.
4.    Transaksi merupakan kondisi dimana antara perawat dan klien terjadi suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.1

5.    Dorothe E. Orem (Teori Orem)
Pandangan Teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperewatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori self care diantaranya :
1.    Perawatan Diri Sendiri (self care)
Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi : pertama, self care  itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta dilaksanakan oleh individu itun sendiri dalam memenuhi serta mempertahankan kehidupan, keshatan serta kesejahteraan ;  kedua,self care agency, merupakan suatu kemampuan inidividu dalam melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain. ;  ketiga,  adanya tuntutan atau permintaan dalam perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatn diri sendiri dengan menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat ;  keempat, kebutuhan self care  merupakan suatu tindakan yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat universal dan berhubungan dengan prises kehidupan manusia serta dalam upaya mempertahankan fungsi tubuh,  self care yang bersifat universal itu adalah aktivitas sehari-hari (ADL) dengan mengelompokkan kedalamkebutuhan dasar manusianya.
2.    Self Care Defisit
Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum dimana segala perencanaan kepereawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan yang dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan  kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas maupun kuantitas.
3.    Teori Sistem Keperawatan
Merupakan teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri yang didasari pada Orem yang mengemukakan tentang pemenuhan kebutuhan diri sendiri,kebutuhan pasien dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan mandiri.Dalam pandangan teori system ini Orem memberikan identifikasi dalam system pelayanan keperawatan diantaranya :
a.    Sistem bantuan secara penuh (Wholly Compensatory System)
Merupakan suatu tindakan keperawatn dengan memberikan bantuan secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya manipulasi gerakan. Pemberian bantuan system ini dapat dilakukan pada orang yang tidak mampu melakukan aktivitas dengan sengaja seperti pada pasien koma pada pasien sadar dan mungkin masih dapat membuat suatu pengamatan dan penilaian tentang cedera atau masalah yang lain akan tetapi tidak mampu dalam melakukan tindakan  yang memerlukan ambulasi atau manipulasi gerakan, seperti pada pasien yang fraktur vertebra dan pada pasien yang tidak mampu mengurus sendiri, membuat penilaian serta keputusan dalam self care-nya dan pasien tersebut masih mampu melakukan ambulasi dan mungkin dapat melakukan beberapa tindakan self care-nya melalui bimbingan secara continue seperti pada pasien retardasi mental.
b.    Sistem bantuan sebagian (Partially Compensatory System)
`Merupakan system dalam pemberian perawatan diri secara sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal seperti pada pasien yang post operasi abdomen dimana pasien ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, cuci muka akan tetapi butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan perawatan luka.
c.    System suportif dan edukatif
Merupakan system bantuan yang diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu memerlukan perawatn secar mandiri.Sistem ini dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah dilakukan pembelajaran.Pemberian system ini dapat dilakukan pada pasien yang memerlukan informasi dalam pengaturan kelahiran.1

6.    Jean Watson (Teori Watson)
`    Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan teori pengetahuan manusia dan merawat manusia.Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada unsure teori kemanusiaan. Pandangan teori Jean Watson ini memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktifitas dan istirahat, kebutuhan seksual, kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu kebutuhan aktualisasi diri.1











Berdasarkan empat kebutuhan tersebut, Jean Waston memahami bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental dan spiritual karena sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk mencapai keadaan tersebut keperawatan harus berperan dan meningkatkan status kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan dan fokusnya pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Teori human caring
Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah “human science and humancare”. Watson percaya bahwa focus utama dalam keperawatan adalah pada carative factor yang bermula dari perspektif himanistik yang dikombinasikan dengan dasar poengetahuan ilmiah. Oleh karena itu, perawat perlu mengembangkan filososfi humanistic dan system nilai serta seni yang kuat.Filosofi humanistic dan system nilai ini member fondasi yang kokoh bagi ilmu keperawatan, sedangkan dasar seni dapat membantu perawat menbgembangkan vidsi mereka serta nilai-nilai dunia dan keterampilan berpikir kritis.Pengembangan keterampilan berpikir kritis.Pengembangan keterampilan berpikir kritis dibutuhkan dalam asuhan keperawatan, namun fokusnya lebih pada peningkatan kesehatan, bukan pengobatan penyakit.4
Asumsi dasar tentang ilmu keperawatan Watson
Beberapa asumsi dasar tentang teori Watson adalah sebagai berikut:
1.    Asuhan keperawatan dapat dilakukan dan diperaktikkan secara interpersonal.
2.    Asuhan keperawatterlaksana oleh adanya factor carative yang menghasilkan kepuasan pada kebutuhan manusia.
3.    Asuhan keperawatan yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan individu dan keluarga.
4.    Respons asuhan keperawatan tidak ahanya menerima seseorang sebagaimana mereka sekarang, tetapi juga hal-hal  yang mungkin terjadi padanya nantinya.
5.    Lingkungan asuhan keperawatan adalah sesuatu yang menawarkan kemungkinan perkembangan potensi dan member keleluasaan bagi seseorang untuk memilih kegiatan yang tebaik bagi dirinya dalam waktu yang telah ditentukan.
6.    Asuhan keperawatan lebih bersifat healthgenic (menyehatkan) daripada curing (mengobati).
7.    Praktik caring merupakan pusat keperawatan.
Factor carative teori Watson
Struktur dibangun dari sepuluh factor carative yaitu:
1.    Membentuk sistem  nilai humanistic-alturistik.
2.    Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope).
3.    Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.
4.    Membina hubungan saling percaya dab saling bantu (helping-trust).
5.    Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative.
6.    Menggunakan metode mpemecahan masalah yang sistemantis dalam pengambilan keputusan.
7.    Meningkatkan proses belajar-mengajar interpersonal.
8.    Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan memeperbaiki mental, sosiokultural, dan spiritual.
9.    Membantu dlam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
10.    Mengembangkan factor kekuatan eksistensial-fenomenologis.4

7.    Hidegard E. Pepelau (Teori Peplau)
Hildegar E.Peplau lahir pada tanggal 1 september 1909 di Reading, Pennsylvania. Peplau lulus dari hospital School of Nursing di Pottstown, penssyilvania pada tahun 1931. Gelar B.A. dalam bidang psikologi interpersonal diperolehnya dari Bennington Univercity, Vermont pada Tahun 1943. Peplau meraih gelar M.A. dalam bidang keperawatan psikiatri dari Teacher’s College, Columbia, New York pada Tahun 1947 dan gelar Ed.D. dalam bidang pengembangan kurikulum pada tahun 1953.
Keperawatan Psikodinamik
Konstribusi Peplau dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan psikiatri, sanga5t banyak. Tahun 1952, ia meluncurkan bukunya yang berjudul interpersonal relations in Nursing. Peplau membuat model keperawatan dengan istilah keperawatan psikodinamik.Menurutnya, keperawatan psikodinamik merupakan kemampuan seortang perawat untuk memahami tingkah lakunya guna membantu orang lain, mengindetifikasi kesulitan yang dirasakannya, dan untuk menerapkan prinsip hubungan manusia pada permasalahan yang timbul di semua level pengalaman.
Fase orientasi
Pada fase ini, perawat dank lien bertindaj sebagai dua indsividu yang belum saling kenal mengenal. Selama fase orientasi, koien merupakan seseorang yang memerlukan bantuan professional dan perawat berperan membantu klien mengenali dan memahami masalahnya serat menentukan apa myang klien perlukan saat itu. Jadi, fase orientasi ini merupakan fase untuk menetukan adanya masalah.
Fase identifikasi
Pada fase ini, klien memberikan respons atau mnegidentifikasi persoalan yang ia hadapi bersama orang yang dianggap memahami masalahnya. Respons setiap klien berbeda satu sama lain. Di sini perawat melakukan eksplorasi perasaan dan membantu klien menghadapi penyakit yang ia rasakan sebagai sebuah pengalaman yang mengorientasi ulang perasaannya dan menguatkan kekuatan positif pada pribadi klien serta memneri kepuasan yang diperlukan.
Fase eksploitasi
Pada fase 4 ini, perawat memberi layanan keperawatan berdasarkan kebutuhan klien. Disinilah, masing-masing pihak mulai merasa menjadi bagian integral dari proses interpersonal. Selama fase eksploitasim, klien mengambil secara penuh nilai yang ditawarkan kepadanya melalui sebuah hubungan.
Prisnsip tindakan pada fase ini adalah eksplorasi/menggali, memahami keadaan klien, dan mencegah meluasnya masalah. Perawat mendorong klien untuk menggali dan mengfungkapkan perasaan, emosi, pikiran, serta sikapnya tanpa paksaan dan mempertahankan suasana terapeutik yang mendukung.
Fase resolusi/terminasi
Pada fase resolusi, tujuan bersama antara perawat bdan klien sudah samapi pada tahap akhir dan keduanya siap mengakhiri hubungan terapiutik yang selama ini terjalin.Fase resolusi terkadang menjadi fase yang sulit bagi kedua bekah pihak, sebab disini dapat terjadi peningkatan kecemasan dabn ketegangan jika ada hal-halk yang belum terselesaikan pada masing-masing fase.Indicator keberhasilan untuk fase ini adalah jika klien sudah mampu mandiri dan lepas dari bantuan perawat. Selanjutnay, baik perawat maupun klien akan menjadi individu  yang matang dan lebih berpengalaman.4

Teori keperawatan Peplau dan komponen utama keperawatan
1.    Keperawatan. Keperawatan didefinisikan oleh Peplau sebagai sebuah proses yang signifikan, bersifat terapeutik, dan interpersonal. Keperawatan merupakan instrument edukatif, kekuatan yang mendewasakan dan menborong kepribadian seseorang dalam arah yang kreatif, konstruktif, produktif, personal, dan kehidupan komunitas. Profesi keperawatan memiliki tanggung jawab legaldi dalaam pemanfaatan keperawatan secara vefektif berikut segala konsekuensinya bagi klien.
2.    Individu. Individu menurut eplau adalah organisme yang mempunyai kemampuan untuk berusaha mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh kebutuhan.
3.    Kesehatan. Peplau mendefinisikan kesehatan sebagai sebuah symbol yang menyatakan secara tidak langsung perkembangan progresif dari kepribadian dan proses kemanusiaan yang terus menerus mengarah pada keadaan kreatif, konstruktif, produktif di dalam kehidupan pribadi ataupun komunitas.
4.    Lingkungan. Meskipun Peplau tidak secara langsung menyebutkan lingkungan sebagai salah satu konsep utama dalam perawatan, ia mendorong perawat untuk memperhatikan kebudayaan da adat istiadat klien saat klien harus membiasakan diri dengan rutinitas rumah sakit.

8.    Martha E. Rogers (Teori Roger)
Teori Manusia sebagai Satu kesatuan (Unitary Human Beings)
Model Rogers pertama kali dipublikasikan pada 1970, yaitu An Introduction to the Theoritical Basis of Nursing. Rogers kemudian memperjelas dan mendefenisikan konsep-konsepnya, salah satunya The Science of Unitary human Beings: A Paradigm for Nursing.
Rogers mengambil pengetahuan dari antropologi, psikologi, sosiologi, astronomi, agama, filsafat, matematika, sastra, dan sumber-sumber lain yang membangun modelnya berdasarkan manusia sebagai suatu kesatuan (unitary human beings) dan lingkungan sebagai bidang energi yang menyatu dengan proses kehidupan.
Dalam model keperawatannya, Rogers meletakkan dasar-dasar yang menggambarkan proses kehidupan manusia. Proses kehidupan manusia dicirikan oleh keseluruhan (wholeness), keterbukaan (openness), kesatuan arah (unidirectionality), pola (pattern) dan organisasi, ilmu pengetahuan, serta pemikiran.4
Teori Rogers dan Konsep Utama Keperawatan
1.    Keperawatan. Rogers menjelaskan keperawatan sebagai profesi yang menggabungkan unsur ilmu pengetahuan dan seni. Keperawatan sebagai ilmu merupakan ilmu pengetahuan humanistik yang didedikasikan untuk menghibur agar mempertahankan dan memulihkan kesehatan, mencegah penyakit, merawat, serta merehabilitasi individu yang sakit dan cacat. Pada dasarnya, ilmu keperawatan mempelajari sifat dan arah pengembangan manusia sebagai satu kesatuan yang utuh dengan lingkungan. Kaitannya dengan proses kehidupan manusia, ilmu keperawatan merupakan ilmu pengetahuan empiris yang menggambarkan, menerangkan, dan memprediksi proses kehidupan manusia. Oleh sebab itu, keperawatan bersifat unik karena merupakan satu-satunya ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Lebih lanjut, praktik keperawatan profesional merupakan praktik yang bersifat kreatif, imajinatif, dan eksis untuk melayani individu. Praktik keperawatan profesional tidak memiliki fungsi dependen, melainkan bersifat kolaboratif.
2.    Individu. Individu menurut Rogers merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa disederhanakan dan merupakan manifestasi karateristik yang melebihi dan bahkan berbeda dari bagian-bagiannya. Manusia sebagai satu kesatuan merupakan aspek integral manusia dengan lingkungan. Manusia berada dalam proses kehidupan yang kontinu dengan lingkungan secara keseluruhan, yang tidak dipahami jika disederhanakan menjadi bagian-bagian tertentu. Proses kehidupan, menurut Rogers, adalah homeodinamis yang bersifat probalistik. Rogers mengartikan individu sebagai sistem terbuka di dalam proses kontinu bersama sistem terbuka lingkungan. Keperawatan memandang individu sebagai bagian dari satu kesatuan yang tidak dapat disederhanakan.
3.    Lingkungan. Rogers mendefenisikan lingkungan sebagai suatu medan energi empat dimensi yang tidak dapat disederhanakan, yang dicirikan oleh pola dan manifestasi karakter yang berbeda dengan bagian-bagiannya. Lingkungan mencakup segala sesuatu yang berada di luar manusia. Manusia merupakan medan energi yang dinamis yang terus melakukan pertukaran dengan medan lingkungan, keduanya bersifat tidak terbatas. Interaksi antara manusia dan lingkungan bersifat kontinu, mutual, dan simultan.
4.    Kesehatan. Rogers banyak menggunakan kata kesehatan (health) dalam tulisan pertamanya, namun ia tidak pernah mendefinisikan kata tersebut. Ia menggunakan kata kesehatan positif (positive health) untuk menunjukkan kondisi bugar (wellness) dan tidak adanya penyakit dan penyakit parah. Istilah health digunakan oleh Rogers dalam konteks nilai yang ditentukan oleh budaya atau individu.4
9.    Sister Calista Roy (Teori Roy)
Model Adaptasi Roy
ROY berpendapat bahwa ada empat elemen penting dalam model adaptasi keperawatan, yakni keperawatan, tenaga kesehatan, lingkungan, dan sehat.
1.    Elemen keperawatan
Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu dan ilmu tersebut menjadi landasan dalam melaksanakan praktik keperawatan (Roy, 1983).
Lebih spesifik Roy (1986) berpendapat bahwa keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan adaptasi individu dan kelompok terhadap kesehatan sehingga sikap yang muncul semakin positif.
Keperawatan memberi perbaikan pada manusia sebagai sutu kesatuan yang utuh untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan berespons terhadap stimulus internal yang mempengaruhi adaptasi.Jika stressor terjadi dan individu tidak dapat menggunakan “koping” secara efektif maka individu tersebut memerlukan perawatan.
Tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi individu dengan lingkungan, sehingga adaptasi dalam setiap aspek semakin meningkat.Komponen-komponen adaptasi mencakup fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan saling ketergantungan.
2.    Elemen manusia
Manusia merupakan bagian dari sistem adaptasi, yaitu suatu kumpulan unit yang saling berhubungan mempunyai masukan, proses kontrol, keluaran dan umpan balik (Roy, 1986). Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan adaptasi secara spesifik. Manusia dalam sistem ini berperan sebagai kognator dan regulator (pengaturan) untuk mempertahankan adaptasi.
Terdapat empat cara adaptasi, mencakup adaptasi terhadap fungsi fisologis, konsep diri, fungsi peran dan terhadap kebutuhan saling ketergantungan.
Pada model adaptasi keperawatan, manusia dilihat dari sistem kehidupan yang terbuka, adaptif, melakukan pertukaran energi dengan zat/benda dan lingkungan.
Manusia sebagai masukan dalam sistem adaptif, terdiri dari lingkungan eksternal dan internal. Proses kontrol manusia adalah mekanisme koping yakni sistem regulator dan kognator. Keluaran dari sistem ini dapat berupa respons adaptif atau respons tidak efektif.
Regulator dihubungkan dengan fungsi fisiologis sedangkan kognator dihubungkan dengan konsep diri dan fungsi peran.
3.    Elemen lingkungan
Lingkungan didefenisikan sebagai semua kondisi, keadaan, dan faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu atau kelompok.
4.    Elemen sehat
Kesehatan didefenisikan sebagai keadaan yang muncul atau proses yang terjadi pada mahluk hidup dan terintegrasi dalam individu seutuhnya (Roy, 1984).

Proses adaptasi
Proses adaptasi melibatkan seluruh fungsi secara holistik, mencakup semua interaksi individu dengan lingkungannya dan dibagi menjadi dua proses, seperti yang berikut.
1.    Proses yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan internal dan eksternal. Perubahan ini merupakan stresor atau stimulus fokal. Apabila stresor atau stimulus tersebut mendapat dukungan dari faktor-faktor konseptual dan resitual maka akanmuncul interaksi yang biasa disebut stres. Dengan demikian adaptasi sangat diperlukan untuk mengatasi stres.
2.    Proses mekanisme koping yang dirangsang untuk menghasilkan respons adaptif atau tidak efektif. Hasil dari proses adaptasi adalah suatu kondisi yang dapat meningkatkan pencapaian tujuan individu mencakup kelangsungan hidup, pertumbuhan, reproduksi, dan integritas.
Aplikasi Model Adaptasi Roy
Model ini dapat digunakan dalam penelitian keperawatan, dan sebagai pedoman dalam memberikan perawatan pada anak-anak, lansia, dan di komunitas.Model ini lebih menekankan pada faktor psikologis.2

10.     Leininger (Teori Leininger)
Teori ini diagagas pertama kali oleh Madeleine Leininger yang diinspirasi oleh pengalaman dirinya sewaktu bekerja sebagai perawat spesialis anak di Midwestern United States pada tahun 1950. Saat itu ia melihat adanya perubahan perilaku di antara anak yang berasal dari budaya yang berbeda. Perbedaan ini mebuat Leinenger menelaah kembali profesi keperawatan.ia mengedintifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami budaya anak dalam layanan keperawatan ternyata masih kurang.
Pada tahun 1960, Leinenger pertama kali menggunakan kata trancultural nursing, ethnonursing, dan cross-cultural nursing.Akhirnya, pada tahun 1985, Leinenger mempublikasikan teorinya untuk pertama kalinya, sedangkan ide-ide dan teorinya mulai dipresentasikan pada tahun 1988.Teori Leinenger kemudian disebut sebagai Cultural Care Diversity and Universality.Tetapi para ahli sering menyebutnya sebagai Trancultural Nursing Theory atau teori perawatan transkultural.
Konsep Teori Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama dalam keperawatan yang berfokus pada studi komparatif dan analisis tentang budaya dan sub-budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan tentang sehat-sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan budaya universal (Marriner-Tomey, 1994). Teori keperawatan transkultural ini menekankan pentingnya peran perawat dalam memahami budaya klien.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition.Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
Model matahari terbit (sunrise model) ini melambangkan esensi keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit.
Dimensi budaya dan strukur sosial tersebut menurut Leinenger dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan gaya hidup, politik dan hukum, ekonomi, dan pendidikan.4
Setiap faktor tersebut berbeda pada setiap negara atau area, sesuai dengan kondisi masing-masing daerah, dan akan memengaruhi pola/cara dan praktik keperawatan. semua langkah perawatan tersebut ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan holistik, penyembuhan penyakit, dan persiapan menghadapi kematian. Oleh karena itu, ketujuh faktor tersebut harus dikaji oleh perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien sebab masing-masing faktor memberi pengaruh terhadap ekspresi, pola, dan praktik keperawatan (care expression, pattern, and practices).Dengan demikian, ketujuh faktor tersebut besar kontribusinya terhadap pencapaian kesehatan secara holistik atau kesejahteraan manusia, baik pada level individu, keluarga, kelompok, komunitas, maupun institusi di berbagai sistem kesehatan. Jika disesuaikan dengan proses keperawatan, ketujuh faktor tersebut masuk ke dalam level pertama yaitu tahap pengkajian.
Peran perawat pada transcultural nursing theory ini adalah menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awan dengan sistem perawatan profesional melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh Leinenger  dengan gambar seperti di bawah ini. Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika disesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan, tindakan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap memperhatikan tiga prinsip asuhan keperawatan, yaitu :
1.    Culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memerhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan.
2.    Culture care accommodation/negotiation, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memerhatikan fenomena budaya yang ada, yang merefleksikan budaya untuk beradaptasi, bernegosiasi, atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atu klien.







3.    Culture care repatterning/restructuring, yaitu prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien ke arah yang lebih baik.
Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing care health and well being, yaitu asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang sensitif, kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat.4



11.     Abdellah (Teori Abdellah)
Teori keperawatan yang dikembangkan oleh Faye Abdellah et al. (1960) meliputi pemberian asuhan keperawatan bagi seluruh manusia untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, intelektual, sosial  dan spiritual baik klien maupun keluarga. Ketika menggunakan pendekatan ini, perawat memerlukan pengetahuan dan keterampilam dalam hubungan interpersonal, psikologi, pertumbuhan dan perkembangan manusia, komunikasi dan sosiologi, juga pengetahuan tenyang ilmu-ilmu dasar dan keterampilan keperawatan tertentu.Perawat adalah pemberi jalan dalam menyelesaikan masalah dan juga sebagai pembuat keputusan. Perawat merumuskan gambaran tentang kebutuhan klien secara individual, yang mungkin terjadi dalanm bidang-bidang berikut ini:
1.    Kenyamanan. Kebersihan dan keamanan.
2.    Keseimbangan fisiologi.
3.    Faktor-faktor psikologi dan sosial.
4.    Faktor-faktor sosiologi dan komunitas.
Dalam keempat bidang diatas, Abdellah et al.(1960) mengidentifikasi kebutuhan klien secara spesifik, yang sering dikenal sebagai 21 masalah keperawatan Abdellah:
1.    Mempertahankan kebersihan dan kenyamanan fisik yang baik.
2.    Mempertahankan aktivitas, latihan fisik, istirahat dan tidur yang optimal.
3.    Mencegah terjadinya kecelakaan, cedera atau trauma lain dan mencegah meluasnya infeksi.
4.    Mempertahankan mekanika tubuh yang baik serta mencegah dan memperbaiki deformitas.
5.    Memfasilitasi masukan oksigen keseluruhsel  tubuh.
6.    Mempertahankan nutrisi untuk seluruh sel tubuh.
7.    Mempertahankan eliminasi.
8.    Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
9.    Mengenali respons-respons fisiologis tubuh terhadap kondisi penyakit-patologis, fisiologis, dan kompensasi.
10.    Mempertahankan mekanisme dan fungsi regulasi.
11.    Mempertahankan fungsi sensorik.
12.    Menfidentifikasi dan menerima ekspresi, perasaan dan reaksi positif dan negative.
13.    Mengidentifikasi dan menerima adanya hubungan timbale-balik antara emosi dan penyakit organic.
14.    Mempertahankan komunikasi verbal dan nonverbal.
15.    Memfasilitasi perkembangan hubungan interpersonal yang produktif.
16.    Memfasilitasi pencapaian tujuan spiritual personal yang progresif.
17.    Menghasilkan dan/atau mempertahankan lingkungan yang terapeutik.
18.    Memfasilitasi kesadaran akan diri sendiri sebagai individu yang memiliki kebutuhan fisik, emosi dan perkembangan yang berbeda.
19.    Menerima tujuan optimal yang dapat dicapai sehubungan dengan keterbatasan-fisik dan emosional.
20.    Menggunakan sumber-sumber di komunitas sebagai sumber bantuan dalam mengatasi masalah yang muncul akibat dari penyakit.
21.    Memehami peran dari masalah sosial sebagai factor-faktor yang mempengaruhi dalam munculnya suatu penyakit.5
12.     Ida Orlando (Teori Orlando)
Bagi Ida Orlando (1961), klien adalah individu dengan suatu kebutuhan, dimana bila kebutuhan tersebut dipenuhi maka stress akan berkurang, meningkatkan kepuasan atau mendorong pencapaian kesehatan optimal (Chinn dan Jacobs, 1995). Teori Orlando secara radikal mengubah focus keperawatan dari diagnose medis klien dan kegiatan-kegiatan otomatis ke perilaku klien menurut kebutuhan klien yang mendesak dan ditentukan jika kebutuhan dapat dipenuhi dengan tindakan keperawatan (Schmieding, 1995). Teori Orlando terdiri dari kerangka konsep bagi profesi keperawatan. Tiga elemen, yaitu perilaku klien, reaksi perawat dan tindakan perawat, akan membentuk situasi keperawatan (Marriner-Tomey, 1994). Setelah perawat melakukan kebutuhan klien, mereka mendapatkan dampak kebutuhan pada tingkat kesehatan klien dan akan bertindak secara otomatis atau direncanakan untuk memenuhi kebutuhan, yang pada akhirnya untuk menurunkan tekanan atau stress yang dialami oleh klien (Chinn dan Jacobs, 1995)6

13.     Myra Levine (Teori Levine)
Teori keperawatan Myra Levine dirumuskan pada tahun 1966 dan dipublikasikan pada tahun 1973, menggambarkan klien sebagai makhluk hidup terintregasi yang saling berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungannya. Levine percaya bahwa intervensi keperawatan merupakan akivitas konservasi, dengan konservasi energi sebagai pertimbangan utama (Fawcett, 1989). Sehat dipandang dari sudut konservasi energy dalam lingkup area sebagai berikut, Levine menyebutnya sebagai empat prinsip konservasi dalam keperawatan:
1.    Konservasi energi klien
2.    Konservasi struktur integritas
3.    Konservasi integritas personal
4.    Konservasi integrasi social
Melalui pendekatan ini, asuhan keperawatan meliputi konservasi aktivitas yang ditujukan pada penggunaan secara optimal sumber-sumber kekuatan klien.7
14.    Dorothy Johnshon (Teori Jhonson)
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku berikut:
1.    Perilaku mencari keamanan
2.    Perilaku mencari perawatan
3.    Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4.    Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5.    Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6.    Perilaku seksual dan identitas peran
7.    Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut.8
15.    Betty Neuman (Teori Neuman)
Model konsep yang dikemukakan oleh Betty Neuman ini adalah model konsep Health Care System yaitu model konsep yang menggambarkan aktivitas keperawatan yang ditujukan kepada penekanan penurunan stress dengan memperkuat garis pertahanan diri secara fleksibel atau normal maupun resistan dengan sasaran pelayanan adalah komunitas.
Garis pertahanan diri pada komunitas tersebut meliputi garis pertahanan fleksibel yaitu ketersediaan dana pelayanan kesehatan, iklim dan pekerjaan dan lain-lain, garis pertahanan normal yang meliputi ketersediaan pelayanan, adanya perlindungan status nutrisi secara umum, tingkat pendapatan, rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dan garis pertahanan resisten yang meliputi adanya ketersediaan pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan masyarakat, transportasi, tempat rekreasi dan cakupan dari imunisasi didaerah yang ada. Intervensi keperawatan diarahkan pada garis pertahanan dengan penggunaan pencegahan primer, sekunder dan tersier.Model ini bertujuan agar terjadi stabilitas klien dan keluarga dalam lingkungan yang dinamis.Sehingga Betty Neuman menggambarkan peran perawat dapat bersifat menyeluruh dan saling ketergantungan (interpendensi).
Betty Neuman dalam memahami konsep keperawatan ini memiliki dasar pemikiran yang terkait dengan komponen paradigma yaitu memandang manusia sebagai suatu system terbuka yang selalu mencari keseimbangan dan merupakan satu kesatuan dari variable yang utuh diantaranya fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual, juga memandang pelayanan keperawatan akan dipengaruhi lingkungan serta klien serta memandang sehat sebagai kondisi terbebasnya dari gangguan pemenuhan kebutuhan dan merupakan keseimbangan yang dinamis dari menghindari stressor.
Secara umum focus dari model konsep keperawatan menurut Nueman ini berfokus pada respons terhadap stressor serta factor-faktor yang mempengaruhi proses adaptasi pada pasien. Untuk itu tindakan keperawtan seharusnya dilakukan menurut Neuman adalah mencegah atau mengurangi adanya reaksi tubuh akibat stressor.Upaya tersebut dapat juga dinamakan pencegahan primer, sekunder, dan tersier.9
Pencegahan primer dapat meliputi berbagai tindakan keperawatan untuk mengidentifikasi adanya stressor, mencegah reaksi tubuh karena adanya stressor serta mendukung koping pada pasien secara konstruktif.Pencegahan sekunder menurut Neuman meliputi berbagai tindakan perawatan yang dapat mengurangi gejala penyakit serta reaksi tubuh lainnya karena adanya stressor dan pencegahan tersier dapat meliputi pengobatan secara rutin dan teratur serta pencegahan terhadap adanya kerusakan lebih lanjut dari komplikasi suatu penyakit.Upaya pencegahan tersebut dipentingkan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

16.     Joyce Travelbee (Teori Travelbee)
Konsep- konsep dasar dan definisi- definisi
1.    Manusia. Manusia ditemukan sebagai individu yang unik dan takdapat dipisahkan dalam suatu waktu adaa didunia ini. tidak ada yang seperti manusia baik yang pernah hidup ataupun yang akan hidup.
2.    Pasien. Kata pasien adalah merupakan hal yang klise yang berguna untuk komunikasi ekonomi. sebenrnya pasien itu tidaklah ada. hanya ada mahluk hidup individu yang membutuhkan kepedulian, pelayanan, dan bantuan dari orang lain yang dipercaya dapat memberikan pertolongan yang dibutuhkan.
3.    Perawat. Perawat juga seorang manusia “perawat memiliki tubuh yang berpengetanhuan khusus dan berkemampuan untuk menggunakanya yang bertujuan membantu orang lauin untuk mencegah penyakit atau memelihara tingkat kesehatan yang tinggi.
4.    Penyakit. penyakit dalah sebuah kategori dan klasifikasi . travelbee tidak menggunakan kata penyakit (illness) sebagai definisi dari tidak sehat akan tetapi ia lebih mengidentifikasakannya dari pengalaman sakit seseorang. travelbee menemukan penyakit sebagai criteria subjektiv dan objektif ditentukan oleh dampak luar dari penyakit dalam diri individu. sedangkan criteria subjektiv lebih kepada apa yang seseorang rasakan sebagai penyakit.
5.    Penderitaan. Penderitaan adalah perasaan yang tidak senang yang meluas dari mental yang pindah dengan sederhana, secara fisik, atau ketidak sesuain spiritual hingga penderitaan tersebut dinamakan tingkat yang menular “tidak terjaga”dan seterusnya meningkat dari persamaan apatis.
6.    Rasa Sakit. Rasa sakit itu sendiri tidak dapat diamati hanya saja dampaknya tidak tertulis. rasa sakit adalah pengalaman tersendiri dan susah untuk dikomunikasikan keindividu. penderitaan dapat diganti diatas continuum, seperti yang telah diilustrasikan di gambar 23-1
7.    Harapan. Harapan adalah karakterisasi yang dibangun oleh mental dengan keinginan untuk memeperoleh sebuah penyelesaian atau menyelesaikan sebuah penggabungan perwencanaan dengan beberapa tingkatan pengharapan bahwa apa yang diinginkan atau diminta dapat tercapai. harapan berhubungan atau adakaitanya dengan ketergantungan dengan yang lain, pilihan, keinginan, kepercayaan, kegigihan, keberanian dan orientasi pada masa depan.
8.    Keputuasaan. Keputusasaan adalah ketiadaan pengharapan.
9.    Komunikasi. Komunikasi adalah proses yang dapat memungkinkan perawat untuk membangun hubungan antar sesama manusia dan dengan demikian memenuhi tujuan dari keperawatan, yakni membantu individu- individu dan keluarga-keluarga untuk mencegah dan untuk penanggulangan dengan pengalaman penyakit dan penderitaan bahkan jika dibutuhkan untuk membantui mereka untuk menemukan arti dari pengalaman ini.
10.    Interaksi. kata interaksi (interaction) mengacu pada banyak hubungan selama dua individu yang dapat berpengaruh timbal balikantara sesame dan dapat berkomunikasi secara verbal taupun nonverbal.10
Interaksi Antara Perawat Dan Pasien. Kata interaksi antara perawat dan pasien mengacu pada hubungan antra perawat dan seseorang yang menderita sakit dan dikarakteristikkan oleh fakta bahwa antara kedua individu merasa dipenanggulangan klise yang lain.
Kebutuhan keperawatan. Sebuah kebutuhan keperawatan adalah rasa kebutuhan dari seseorang yang sakit (atau keluarga) yang dapat ditemukan oleh perawat professional pelaksana dan dengan meletakkan dalam jangkauan definisi yang legal/ sah atau dalam praktik keperawatan.
Pengobatan untuk diri sendiri. Pengobatan yang digunakan untuk diri sendiri adalaah kemampuan seseorang untuk menggunakan secara sadar dan dalam memenuhi kekhawatiran dalam berusaha untuk memebangun hub dan intervensi struktur keperawatan.hal ini memerlukan pengetahuan diri sendiri, kepemahaman diri sendiri, pemahaman dari pengetahuan. seseorang yang dinamis kemampuan untuk mengintetprestasikan sesuatu pengetahuan pribadi yang sama dengan pengetahuan yang lain, dan kemampuan dalam campur tangan yang efektif dalam situasi keperawatan.
Rasa empati . Empati adalah proses yang mana individu dapat memehami psikologi dari orang lain.
Rasa simpati. Simpati termasuk keinginan untuk memebantu seseorang yang sedang mengalami tekanan/ stress.
Hubungan. Hubungan adalah suatu proses, satu kejadian, satu pengalaman atau pengalaman yang berkelanjutan dengan cara bersama dan dengan keperawatan dan menerima kepedulianya. hal ini menyusun sebuah kelompok yang menyangkut pikiran dan perasaan, pikiran-pikiran ini, perasaan-perasaan dan penderitaan yang diubah atau dikomunikasikan oleh seorang terhadap orang lain.
Hubungan antara sesama manusia. Sebuah hubungan antara sesame manusia adalah pengalaman utama dari pengalaamn yang berkelanjutan antara perawat dan penerima keperawatanya.karakteristi utama dr pengalaman adalah kebutuhan keperawatan dalam individu (atau keluarga) itu bertemu. hub antara sesame manusia dalam situasi keperawatan adalah berarti terusmenerus dengan maksud . keperawatan adalah suatu kepandaian. hubungan antara sessama manusia dibangun ketika perawat dan penerima perawatanya mencapai sebuah hub setelah meningkat atas tahapan pertemuan yang original, munculnya identitas, empati dan simpati.
Asumsi Utama  Keperawatan
Travelbee mendefinisikan keperawatan sebagai sebuah proses antar diri perseorangan komunitas untuk mencegah dan menanggulangi dengan pengalaman dari penyakit dan penderitaan dan bahkan jika diperlukan untuk sebuah proses antar diri seseorang karena ini adalah merupakan sebuah pengalaman yang terjadi antara perawat dan individu atau sekelompok individu – individu.
Personal/ orang. Kata person didefinisikan sebagai manusia, antara keduanya antara perawat dan pasien dalah manusia, seorang manusia dalah pribadi yang unik, indifidu yang tidak dapat dipisahkan yang berproses berkelanjutan menjadi susunan dan perubahan.
Kesehatan. Travelbee mendevinisikan kesehatan sebagai kesehatan subjektif dan objektif.status kesehatan subjektif seseorang adalah sebuah definisi secara individu yang membaik dalam persetujuandengan penilain diri sendiri dari status fisik,-emosi dan spiritual. kesehatan objektif adalah ketiadaan penyakit yang tidak dapat dilihat, ketidak mampuan atau ukuran kecatatan dan pemeriksaan fisik, uji laboratorium, penafsiran oleh seorang direktur spiritual, atau penasehat psikologi.
Lingkungan. Travelbee tidak secara tegas mendefinisikan lingkungan dalam teorinya.di mendefinisikan kondisi dan kehidupan pengalam pertemuan oleh semua manusi selama menderita, harapan dan kesakitan dan kondisi ini dapat disamakan dengan lingkungan.10
17.    Paterson and Zderad (Teori Humanistik)
Keperawatan Humanistik
Keperawatan humanistic adalah respon keperawatan kepada pergerakan humanistic terhadap ilmu jiwa, yang mana terlihat sebagai alternative kepada dua ilmu jiwa yang dominan.Ilmu jiwa Freudian tampak terbatas dalam orientasinya menghadapi orang yang sakit, dan perilaku jiwa menjadi orientasi yang mekanisme.Orientasi yang humanistik mencoba mengambil sebuah pandangan yang lebih luas terhadap potensial dari manusia, mencoba untuk mengerti mereka dari konteks pengalaman hidup mereka di dunia ini dari pada mencoba untuk menggantikan pandangan mereka, tujuannya adalah untuk suplemen mereka.
Praktek dari keperawatan humanistik ini berakar dari pemikiran yang eksistensial.Eksistensialisme adalah pendekatan filosofi untuk mengetahui kehidupan.Individu dipandang sebagai kemungkinan-kemungkinan pada saat membuat pilihan.Pilihan ini menggambarkan hubungan dan artian dari seseorang.Seperti psikologi humanistik, eksistensialisme adalah sebuah respon terhadap filosofi dominan yang positif dan yang diterapkan.Menurut tulisan Kirkegaard dan Nietzche, dengan memiliki kesempatan untuk memilih, setiap tindakan yang kita pilih adalah signifikan dan memberikan arti kehidupan kita.
Teori humanistik  Keperawatan dan  Metaparadigma
1.    Manusia
Manusia dipandang dari kerangka kerja eksistensial melalui pilihan-pilihan. Manusia sebagai individu yang penting berhubungan dengan orang lain di dalam waktu dan jarak. Manusia dikarakterkan sebagai orang yang mampu, terbuka terhadap pilihan, mempuyai nilai, dan manifestasi unik terhadap mereka yang dulu sekarang dan masa depan. Aplikasi dalam dunia keperawatan adalah jelas bahwa manusia memerlukan informasi.Mereka membutuhkan pilihan.Individu dan kelompok membutuhkan kesempatan untuk membuat pilihan mereka sendiri.
2.    Kesehatan
Kesehatan adalah komponen penting dari seseorang, sebagai kualitas dari kehidupan dan kematian.Hal ini bisa disebut sebagai lebih dari tidak adanya penyakit. Kesehatan adalah sebagai pengalaman di dalam proses kehidupan. Kesehatan bisa ditemukan pada kemauan seseorang untuk terbuka kepada pengalaman kehidupan mereka terhadap fisik, sosial, spiritual, kognitif atau keadaan emosi mereka.Implikasi terhadap praktek keperawatan membuka jarak yang luas untuk definisi kesehatan.Kategori diagnosa bermanfaat hanya jika setuju terhadap orang atau mereka yang ditunjuk. Hubungan bahwa perawatan mempunyai hubungan dengan orang yang menerima perawatan adalah kritikal, bahkan lebih penting adalah kebutuhan akan penghargaan terhadap hubungan yang eksis dalam kehidupan sehari-hari.
3.    Keperawatan
Keperawatan adalah respon manusia terhadap satu orang kepada yang lain dalam waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan kesehatan. Keperawatan juga adalah mengenai bentuk individu yang unik dan berfokus pada seluruh bagian. Pada saat seseorang sakit dan tubuh juga mengalami perubahan, ini akan mempengaruhi dunia seseorang dan pengalaman mereka. Pandangan klien tentang dunia adalah hal yang penting dalam keperawatan.Paterson dan Zderad mengatakan keperawatan menunjukkan sebuah pertemuan spesial dari setiapmanusia.
Keperawatan terlihat seperti campuran yang unik antara teori dan metodologi.Teori bisa diartikulasikan dari kerangka kerja terbuka yang didapatkan dari situasi manusia.Kerangka kerja ini digunakan untuk memberikan dimensi kemungkinan dari keperawatan humanistic manusia.Teori tidak bisa eksis tanpa praktek keperawatan.Mereka menyebut praktek keperawatan adalah metodologi, yang mengatakan bahwa keperawatan sebagai campuran yang unik antara seni dan ilmu.Seni keperawatan diwujudkan dari interaksi antara perawat dan klien.Keperawatan sebagai seni yang sanggup untuk menggunakan teori-teori diantara konteks kehidupan sebagai perjuangan seseorang untuk mencapai sesuatu yang mereka inginkan.11

Fenomenologi Nursologi dan Proses Keperawatan
a.    Assessment
Merupakan pengumpulan data subjek dan objek tentang seseorang melalui observasi, interaksi dengan klien, dan informasi dari sumber lainya seperti hasil laboraturium
b.    Diagnosa
Merujuk kepada langkah terhadap proses keperawatan dimana perawat membuat sebuah statement masalah. Perawat mengumpulkan data menurut tingkat kebutuhan pasien, kemudian menganalisa data dengan mengklasifikasikan data tersebut, lalu membandingkan dengan pengetahuan teori dan prinsip, dan akhirnya tiba pada suatu kesimpulan yang menyatakan kalau itu sebuah masalah
c.    Perencanaan dan implementasi
Fase ini merupakan proses keperawatan yang menyebutkan sebuah tujuan atau hasil yang dicapai oleh klien dengan objektif menjadi tujuan yang terdepan. Tindakan perawat dan klien yang khusus diuraikan secara jelas.Fenomenologi nursologi tidak menjelaskan bentuk dari tujuan yang langsung terhadap rencana keperawatan.Keperawatan humanistik memperhatikan orang yang membutuhkan kebutuhan.Tujuannya adalah kesejahteraan yang diterbitkan melalui dialog.
d.    Evaluasi
Fase ini menyebutkan apa tingkah laku klien yang telah berubah sebagai ukuran umtuk menjadi tujuan dan objektif. Tingkah laku mengubah hasil dari tindakan perawat dan klien. Melalui humanistik yang alami, perhatiannya tidak dengan hasil tingkah laku tetapi dengan pengalaman klien. Seorang klien yang mampu untuk membuat pilihan tentang perawatan kesehatan mereka dan bertanggung jawab terhadap pilihannya, dapat menemukan arti dalam kehidupannya. Dengan melakukan hal ini dengan seorang perawat, klien mempunyai kesempatan untuk menegaskan situasi humanness dari perspeksinya, hasil pertumbuhan personak atau kesehatan.11
Karakteristik Teori dan Kerja Paterson and Zderad
a.    Teori dapat berhubungan timbal balik degan cara untuk menciptakan cara yang berbeda untuk melihat fenomena penting
b.    Teori harus masuk akal dan alam.
c.    Teori juga harus sederhana tetapi menyeluruh atau umum.
d.    Teori bisa menjadi dasar untuk hipotesis yang diuji atau untuk teori yang dibangkitka.
e.    Teori menyumbang dan menolong untuk meningkatkan pengetahuan dengan disiplin melalu implementasi penelitian untuk menvalidasi teori-teori tersebut.
f.    Teori bisa digunakan oleh praktisi-praktisi untuk menuntun dan membuktikan praktek mereka.
g.    Teori harus konsisten dengan teori-teori yang tervalidasi, hukum, dan prinsipal tetapi membuka pertanyaan yang tidak terjawab yang diperlukan untuk diinvestigasi

18.     Lydia E. Hall (Teori Hall)
Lydia E. Hall memperkenalkan 3 teori lingkaran keperawatan dimana masimg-masing lingkaran menunjukkan proses keperawatannya yaitu:
1.    Lingkaran Kepedulian (care)
Pada lingkaran kepedulian ini perawat yang professional akan menyediakan kebutuhan pasien baik secara jasmani maupun rohani. Ketika kepedulian (care) berfungsi perawat menerapkan pengetahuan yang alami dan ilmu pengetahuan biologi yang menjadi dasar ilmu keperawatan yang kuat.Perawat harus menciptakan suasana yang nyaman pada diri pasien, sehingga pasien itu menganggap perawat sebagai penghibur dan pemberi kenyamanan.
2.    Lingkaran inti (core)
Perawat yang profesional dalam hubungannya dengan pasien bias membantu pasien untuk menyatakan perasaan/penyakit yang dideritanya. Intinya perawatharus mempedulikan pasien untuk kesembuhannya.Perawat yang professional dengan menggunakan tehnik berhadapan/berhubungan langsung dengan pasien guna untuk melihat status kesehatan sekarang dan yang akan datang.
3.    Lingkaran keperawatan (cure)
Kepedulian perawat terhadap pasien yang didasarkan pada ilmu pengetahuan cara pengobatan suatu penyakit. Perawat yang professional adalah perawat yang bias membantu si pasien agar cepat sembuh sehingga dapat meringankan beban keluarga.12
Teori Hall dan 4 konsep utama
Proses keperawatan yang dikenalkan meliputi hubungan antara manusia,kesehatan,bersosialisasi dengan lingkungan dan keperawatan. Uraiannya dapat dijelaskan seperti dibawah ini:
1.    Manusia atau seseorang yang berusia 16 tahun atau lebih yang mengalami suatu penyakit membutuhkan bantuan/proses keperawatan yang lebih .individu ini membutuhkan motifasi dari semua keluarganya agar cepat sembuh.
2.    Kesehatan yang optimal dapat dilihat dari perilaku manusia itu sendiri
3.    Konsep lingkungan masyarakat yang dihadapkan dengan hubungan individu akan menciptakan kesehatan yang merata dan menyeluruh.
4.    Proses keperawatan berhubungan dengan (kepedulian , inti , dan keperawatan). Tujuan utama adalah untuk mencapai suat hubungan antara individu dengan individu dengan individu lain/antara perawat dengan pasien.12
Proses Keperawatan
Hall memberikan motivasi pada pasien demi proses penyembuhan. Aspek ini meliputi 5 proses keperawatan yaitu: penilaian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
a.    Tahap penilaian meliputi tentang status kesehatan individu atau pasien. Menurut teori Hall proses pengumpulan data ditujukan demi kepentingan kesehatan pasien dibandingkan demi kepentingan perawat. Pengumpulan data ini harus mengarah pada peningkatan kesehatan individu.
b.    Tahap yang kedua adalah diagnosa keperawatan, dimana perawat mengamati penyakit pasien sehingga dapat mengetahui penyakit yang dideritanya. Sehingga proses penyembuhannya akan lebih muda.
c.    Perencanaan melibatkan prioritas utama pada pasien. Peran perawat adalah membantu pasien menjadi sadar dan mengerti akan pentingnya kesehatan bagi kehidupannya. Inti dari perencanaan ini untuk membantu pasien menjadi lebih mengerti dengan kebutuhan, perasaan dan motivasi. Perawat bekerja sama dengan pasien untuk mencapai kesembuhan dengan pengobatan medis.
d.    Implementasi melibatkan institusi rencana kerja yang nyata. Tahap ini adalah merupakan tahap memberikan pelayanan yang nyata antara perawat dengan pasien yang meliputi memandikan pasien, membalut luka, makan, memberikan kebutuhan kenyamanan dan lain-lain. Perawat juga membantu pasien dan keluarga untuk memahami dan menerapkan rencana yang medis.
e.    Evaluasi adalah suatu proses untuk melihat kemajuan kondisi kesehatan pada pasien. Tahap proses evaluasi diarahkan kepada berhasil atau tidaknya pasien dalam mencapai suatu kesehatan.
Aplikasi dan Pembatasan Teori
Di dalam meninjau ulang teori keperawatan Hall ada beberapa area yang membatasi aplikasi kepada kepedulian pasien.
Yang pertama untuk area ini adalah langkah suatu penyakit. Pasien membutuhkan perhatian yang lebih dari seorang perawat untuk proses penyembuhannya. Faktor yang kedua adalah masalah umur. Yang ketiga faktor pembatasan adalah uraian bagaimana cara membantu seseorang kea rah yang lebih mengerti tentang kesehatan. Faktor yang keempat adalah keluaga hanya berada di dalam perawatan melingkar (care, core, cure).
Akhirnya, Theori Hall hanya untuk individu atau seseorang yang sedang sakit. Ini tidak akan menandakan bahwa keperawatan berhubungan langsung dengan kesehatan individu, kelurga dan masyarakat dan meniadakan konsep tentang kesehatan dan pelayanan kesehatan untuk mencegah suatu penyakit. Seorang kllien dibentuk oleh bagian-bagian berikut yang saling tumpang-tindih, yaitu: manusia (inti), status patologis dan pengobatan (penyembuhan) dan tubuh perawatan. Perawat sebagai pemberi perawatan.12
19.    Ernestine Wiedenbach
Tujuan Keperawatan: Untuk membantu individual dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk memenuhi tekanan atau kebutuhan yang dihasil dari suatu kondisi, lingkungan, situasi atau waktu (Torres, 1986).13 Kerangka Kerja Praktik: Praktik keperawatan berhubungan dengan individu yang memerlukan bantuan karena stimulasi perilaku. Keperawatan klinik memiliki komponen seperti filosofi, tujuan, praktik, dan seni (Chinn dan Jacobs, 1995)
Teori Ernestine Wiedenbach
1.    The agent : mid wife. Filosofi yang di kemukakan adalah tentang kebutuhan ibu dan bayi yang segera untuk mengembangkan kebutuhan yang lebih luas yaitu kebutuhan untuk persipan menjadi orang tua.
2.    He recipient. Meliputi : wanita, keluarga dan masyarakat. Recipient menurut Widenbach adalah individu yang mampu menetukan kebutuhannya akan bantuan.
3.    The Goal / purpose. Di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu dengan memperhatikan tingkah laku fisik, emosional atau fisioogikal.
4.    The Means Metode untuk mencapai tujuan asuhan kebidanan.14

20. Parse (Teori Parse)
Teori Parse (1981) adalah Untuk memfokuskan pada manusia sebagai suatu unit yang hidup dan kualitas partisipasi manusia terhadap pengalaman sehat (Parse, 1990) (Nursing as science and art [Marriner-Torney, 1994]).13
Kerangka Kerja Praktik yaitu manusia secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan dan berpartisipasi dalam upaya mempertahankan kesehatannya (Marriner-Torney, 1994).
Sehat adalah suatu kontinu, proses yang terbuka bukan sekedar status sehat atau hilangnya penyakit (Parse, 1990; Marriner-Torney, 1994; Chinn dan Jacobs, 1995).




BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Ada beberapa yang mempengaruhi teori keperawatan yaitu, filosofi Nightingale, kebudayaan, pendidikan, dan ilmu keperawatan.
B.    SARAN
Dalam penysunan makalah sebaiknya mahasiswa menggunakan minimal tiga literatur untuk menghasilkan makalah yang isinya lengkap dan sebaiknya perlu ditambahkan lagi buku-buku kesehatan lainnya yang belum tersedia di perpustakaan untuk menunjang penyelesaian tugas mahasiswa.








DAFTAR PUSTAKA

1.    Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
2.    Ali, Zaidin. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika
3.    http://perawattegal.wordpress.com/2009/12/17/sejarah-keperawatan-islam-rufaidah-binti-saad/
4.    Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
5.    http://Teori Keperawatan_ Abdellah « Elisasiregar's Blog.mht/
6.    http://Teori Keperawatan_Ida Orlando « Elisasiregar's Blog.mht
7.    http://Teori Keperawatan Myra Levine« Elisasiregar's Blog.mht
8.    http://Teori Keperawatan Dorothy Johnshon « Elisasiregar's Blog.mht
9.    http://Konsep & Metode Keperawatan (ed. 2) - Google Buku.mht
10.    http://Ilmu Keperawatan_ JOYCE TRAVELBEE.mht
11.    http://Teori Keperawatan Humanistik_ Paterson and Zderad « Elisasiregar's Blog.mht
12.    http://iLnas_ makalah teori Lydia E. Hall.mht
13.    Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses & Praktik. Jakarta: EGC.
14.    http://konsep dasar keperawatan\teori ernestine.mht

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perawatan Luka

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Disamping itu perawat juga berkaitan dengan biaya perawatan luka yang efektif. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan hal tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
B.     Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang perawatan luka dan aspek-aspek yang ada dalam perawatan luka




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Kulit merupakan bagian tubuh paling luar yang berguna untuk melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-sehari.[1]
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam.(Menurut Koiner dan Taylan).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1.    Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2.    Respon stres simpatis
3.    Perdarahan dan pembekuan darah
4.    Kontaminasi bakteri2
Perawatan luka adalah suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.3

B.     Tujuan Perawatan Luka

Tujuan dari perawatan luka adalah sebagai berikut:

a.       Menjaga luka dari trauma

b.      Imobilisasi luka

c.       Mencegah perdarahan

d.      Mencegah kontaminasi oleh kuman

e.       Mengabsorbsi drainase

f.       Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.3

C.      Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1.      Berdasarkan tingkat kontaminasi
a.       Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c.       Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2.      Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a.       Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.      Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.       Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.      Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas
3.      Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a.       Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b.      Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.4
4.      Berdasarkan sifat kejadian
Luka dibagi menjadi dua, yaitu luka disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja seperti luka radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja contohnya luka terkena trauma. Luka yang tidak disengaja (trauma) dapat dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan atau kelihatan seperti luka abrasio (luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan) dan hautration (luka akibat alat perawatan luka)
5.      Berdasarkan penyebabnya
Luka dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanik dan luka nonmekanik.
Luka mekanik terdiri atas
1.      Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka kelihatan rapi
2.      Vulnus costusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah kulit akibat benturan benda tumpul
3.      Vulnus laceratung, luka sobekan akibat terkena mesin atau benda lainnya yang menyebabkan robeknya jaringanrusak yang dalam.
4.      Vulnus punctum luka tusuk yang kecil dibagian luar (bagian mulut luka) akan tetapi besar di bagian dalam luka.
5.      Vulnus seleveradum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi luka tampak kehitam – hitaman.
6.      Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian luka.
7.      Vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai ke pembuluh darah.1
Luka nonmekanik terdiri atas :
1.      Luka akibat zat kimia. Termik, radiasi, atau sengatan listrik
6.      Berdasarkan kategori
a.         Luka accidental
Penyebab         : pisau, luka tembak, luka bakar, tepi luka bergerigi, berdarah; tidak steril.
Karakteristik   : cidera yang tidak disengaja.
b.         Luka bedah
Penyebab         : insisi bedah, needle introduction.
Karakteristik   : terapi yang direncanakan, tepi luka bersih, perdarahan terkontrol, dikendalikan dengan asepsi bedah.
7.         Berdasarkan integrasi kulit
a.         Luka terbuka
Penyebab         : benda tajam, atau benda tumpul
Karakteristik    : kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa, kemungkinan pendarahan disertai kerusakan jaringan, resiko infeksi
b.         Luka tertutup
Penyebab         : karena benda tumpul
Karakteristik    : tidak terjadi kerusakan pada itegritas jaringan kulit  tetapi terdapat kerusakan jaringan lunak mungkin cedera internal dan perdarahan.
8.      Berdasarkan dercriptors
a.    Aberasi
Penyebab         : jatuh
Karakteristik   : luka akibat gesekan kulit, superficial, terjadi akibat prosedur dermatologik untuk pengangkatan jaringan skar.
b.    Puncture
Karakteristik    :trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan dibawah kulit.
c.    Laserasi      
Penyebab         : cedera traumatik berat. Karena pisau, kecelakaan mesin.
Karakteistik     : tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi,  resiko nfeksi.
d.   Kontusio
Karakteristik    : luka tertutup, perdarahan dibawah jaringan akibat pukulan tumpul, memar
9.      Klasifikasi luka bedah
a.    Luka bersih
Karakteristik    : luka bedah tertutup yang tidak mengenai sistem gastrointestinal, pernafasan atau sistem genitourinary, resiko infeksi rendah.
b.    Bersih terkontaminasi
Karakteristik    : luka melibatkan sistem gastrointestinal, pernafasan atau sistem     genitourinary,resiko infeksi.
c.    Kontaminasi
Karakteristik    : luka terbuka, luka traumatik, luka bedah dengan asepsis yang buruk, resiko tinggi infeksi.
d.   Infeksi
Karakteristik    : area luka terdapat patogen, disertai tanda-tanda infeksi.5
D.     Tipe Luka
1.  Aberasi
Aberasi adalah luka dimana lapisan terluar dari kulit tergores. Luka tersebut akan sangat nyeri dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi, karena benda asing dapat masuk ke lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam jaringan subkutan. Perdarahan biasanya sedikit.
2.      Punktur (Luka Tusuk)
Luka tusuk merupakan cedera penetrasi. Penyebabnya berkisar dari paku sampai pisau atau peluru. Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dan perdarahan dapat sangat meluas dan mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan adanya benda asing pada tubuh
3.      Avulsi
Avulsi terjadi sebagai akibat jaringan tubuh tersobek. Avulsi seringkali dihubungkan dengan perdarahan yang hebat. Kulit kepala dapat tersobek dari tengkorak pada cedera degloving. Cedera dramatis seringkali dapat diperbaiki dengan scar-scar kecil. Apabila semua bagian tubuh seperti telinga, jari tangan tangan, jari kaki, mengalaqmi sobekan maka pasien harus dikirim ke rumah sakit dengan segera untuk memungkinkan perbaikan (penyambungan kembali).
4.      Insisi (Luka sayatan)
Insisi adalah terpotong dengan kedalaman yang bervariasi. Hal ini seringkali menimbulkan perdarahan hebat dan kemungkinan bisa terdapat kerusakan pada struktur dibawahnya sedemikian rupa, seperti saraf, otot atau tendon. Luka-luka ini harus dilindungi utuk menghambat terjadinya infeksi, bersamaan dengan pengontrolan perdarahan.
5.      Laserasi
Laserasi adalah luka bergerigi yang tidak teratur. Seringkali meliputi kerusakan jaringan yang berat. Luka-luka ini seringkali menyebabkan perdarahan yang serius dan kemudian pasien akan mengalami syok hipovolemik.
Penolong pertama harus mempertimbangkan kondisi luka yang terjadi sepeti perlukaan itu dapat merupakan akibat cedera oleh dirinya sendiri.
6.      Dekubitus
Ulkus Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang. 2
Dekubikus merupakan nekrosis jaringan lokal yang ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama. Dekubikus disebabkan oleh tekanan kelembaban, gesekan. Faktor terjadinya dekubitus yaitu imobilisasi, nutrisi yang tidak adekurat, inkontinensia urin dan fekal, penurunan status mental, berkurangnya status mental, peningkatan suhu tubuh berlebihan, usia lanjut dan kondisi kronis. Lokas tempat terjadinya dekubitus berada di tonjolan tulang yang tak cukup ada bantalan lemak, seperti pada sakrum, trochater mayor, spina ischianada superior-anterior bagian belakang tumit, siku, kapula. Faktor yang mempengaruhi pembentukan dekubitus, yaitu pengetahuan, sosial ekonomi, motivasi, aktivitas, mobilitas, inkontensia, nutrisi, kondisi klinis, dan pengetahuan.
Tanda dan gejala dekubitus:
Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet, kulit tidak berwarna, hangat atau keras. Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit. Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia daro otot-otot. Sudah mulai didapati infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau. Derajat IV terjadi nekrosis jaringan, perluasan ulkus yang menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi. 5
E.       Mekanisme Luka
1.      Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.      Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.      Luka Bakar (Combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
F.     Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka melalui 4 tahap yaitu :
1.      Tahap respon inflamasi akut terhadap cedera
Tahap ini dimulai saat terjadi luka selanjutnya terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel lain yang rusak, disertai proses peradangan dan migras sel darah putih kedaerah yang rusak.
2.      Tahap deskriptif
Pada tahap ini terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
3.      Tahap poliferatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringna ikat dan menginfiltrasi luka.
4.      Tahap maturasi
Pada tahap ini terjadi reetitelisasi, kontstraksi luka dan organisasi jaringan ikat.1
G.    Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1.      Vaskularisasi, memengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2.      Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar proteinyang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan yang lebih lama.
3.      Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4.      Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes melitus dan ginjal dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5.      Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibrolas, mencegah timbulnya infeksi, dan membentuk kapiler-kapiler darah; Vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6.      Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok, atau stres, akan mengalami proses penyembuhan luka.
7.      Infeksi, infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka
8.      Hipovolemia, kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka
9.      Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
10.  Benda asing, seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”)
11.  Iskemia, merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
12.  Diabetes, Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh. 6

H.      Komplikasi Dari Luka
Beberapa masalah yang dapat terjadi dalam proses penyembuhan luka adalah sebagai berikut:
1.      Perdarahan, ditandai dengan adanya perdarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab.
2.      Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan leukosit.
3.      Dehiscene, merupakan pecahnya luka sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadi trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh (demam), takikardia, dan rasa nyeri pada daerah luka.
4.      Eviceration, yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah luar melalui luka. Hal ini dapat terjadi jika luka tidak segera menyatu dengan baik atau akibat proses penyembuhan yang lambat. 1
Luka Kecil yang Bernanah
Peradangan kulit dalam bentuk luka-luka (borok) kecil yang bernanah seringkali terjadi akibat menggaruk gigitan serangga, penyakit kudis atau gangguan lainnya akibat menggunakan kuku jari tangan yang kotor.
Pengobatan dan Pencegahan
1.      Cucilah luka-lukanya dengan sabun dan air matang sampai benar-benar bersih; kemudian basahi dan bersihkan kerak yang terbentuk dengan hati-hati. Lakukan tindakan ini setiap hari selama masih terdapat nanah.
2.      Biarkan luka-luka kecil terbuka kena udara. Balutlah luka-luka yang besar dan sering-seringlah ganti pembalutnya.
3.      Jika kulit di sekitar luka tampak merah dan panas, atau jika suhu tubuh penderita meninggi, dan terlihat garis-garis merah yang berasal dan luka, serta ada pembengkakan kelenjar getah bening, maka gunakanlah antibiotika – seperti tablet penicilin atau tablet sulfa.
4.      Jangan menggaruk-garuk luka atau borok. Tindakan ini akan membuat luka makin parah dan dapat menyebarkan infeksi ke bagian-bagian tubuh yang lain. Potonglah kuku jari tangan anak-anak kecil sependek mungkin – atau kenakan sarung tangan atau kaus kaki pada tangan mereka, sehingga tidak dapat menggaruk-garuk.
5.      Jangan membiarkan anak yang menderita borok atau infeksi kulit bermain atau tidur dengan anak lain. Infeksi ini mudah tertular. 



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERAWATAN LUKA
A.    Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan melihat  penampilan luka (tanda penyembuhan luka) seperti adanya perdarahan, proses inflamasi (kemerahan dan pembengkakan), proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat pembekuan berkurang), adanya parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas dalam jaringan granulasi mengeluarkan folagen yang membentuknya, serta berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid. Selain itu, juga perlu dikaji adanya drainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap, dan nyeri pada daerah luka.
B.     Diagnosis Keperawatan
Dalam diagnosis keperawatan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.      Resiko terjadi infeksi akibat berhubungan dengan kurangnya perawatan pada daerah luka.
2.      Nyeri akibat terputusnya kontinuitas jaringan.
C.    Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1.      Mencegah terjadinya infeksi
2.      Mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan luka
Rencana Tindakan:
1.      Mencegah terjadinya infeksi dengan cara menjaga atau mepertahankan agar luka tetap dalam keadaan bersih
2.      Mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara melakukan perawatan luka secara aseptik. 1
D.    Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1. Penatalaksanaan Luka Lokal
1.1 Prioritas dalam penatalaksanaan luka lokal
Prioritas dalam pelaksanaan luka lokal pada dasarnya adalah sama dengan luka apapun juga, yaitu: mengatasi perdarahan (hemostasis); mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, dan pus; menyediakan temperatur, kelembapan, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan dalam proses penyembuhan; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitelialisasi; dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta terhadap masuknya mikroorganisme patogen. Tujuan adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau potensial yang memperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan suatu lingkungna lokal yang optimal untuk rekonstruksi dan epitelialisasi vaskular dengan sebuah balutan.
1.2  Balutan yang ideal
Jika ada kulit yang rusak maka biasanya diperlukan balutan untuk melindungi jaringan yang berada di bawahnya dari kerusakan lebih lanjut dan untuk menggantikan sementara beberapa fungsi kulit yang utuh.
Masalah pemilihan balutan yang ideal adalah terdapat begitu banyak macam balutan yang membingungkan untuk dipilih. Tidak ada balutan tunggal yang cocok untuk segala macam luka, memilih balutan yang paling sesuai dengan kebutuhan masing-masing pasinen merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, maka perlu adanya penilaian tidak hanya penilaian kondisi lokal pada tempat luka tetapi juga penilaian terhadap gaya hidup pasien dan di mana serta oleh siapa luka tersebut akan dibaluti lagi. Diperlukan pengetahuan terperinci tentang karakteristik, pengguanaan, kontraindikasi, dan kewaspadaan terhadap berbagai macam balutan ketika hendak memilih balutan yang paling sesuai.
Karakteristik balutan luka yang paling ideal adalah:
a.       Tidak melekat
b.      Impermeabel terhadap bakteri
c.       Mampu mempertahankan kelembapan yang tinggi pada tempat luka sementara juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan.
d.      Penyekat suhu
e.       Non-toksik dan non-alergenik
f.       Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut
g.      Tidak perlu terlalu sering mengganti balutan
h.      Biaya ringan
i.        Awet dan tersedia di rumah sakit maupun di komunitas
1.3  Menciptakan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan
a.      Hemostasis
Mengatasi perdarahan merupakan prioritas pertama dalam penatalaksanaan luka, tetapi di luar Bagian Kecelakaan dan Gawat Darurat atau di luar kamar periksa dokter hal tersebut merupakan masalah yang jarang dijumpai oleh perawat. Pasien penyakit dengan terminal dengan luka yang terbuka yang rapuh, misalnya pasien dengan karsinoma payudara seperti jamur, yang rapuh dan terus menerus berdarah, hemostasis secara umum dapat dicapai dengan penggunaan balutan alginat, seperti Kaltostat. 
b.      Pengangkatan benda asing
Benda asing dapat bertindak sebagai fokus infeksi pada luka-luka traumatik
c.       Membuang jaringan mati dan devitalisasi
Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas yang sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah dengan anastesi umum ataupun lokal merupakn metode yang paling cepat untuk memperoleh lapisan luka yang bersih, meski demikian tindakan tersebut tidak perlu bagi lansia atau pasien yang sangat lemah, dimana metode lain dapat dicoba dilakukan.
d.      Penatalaksanaan luka yang terinfeksi
Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh mikroorganisme yang sabgat banyak yang tanpaknya tidak memperlambat proses penyembuhan. Oleh karenanya, hanya diperlukan pengambilan hapusan luka guna mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik apabila luka tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infeksi, seperti nyeri setempat dan eritema, edema lokal, eksudat yang berlebihan, pus, dan bau busuk.
Antibiotik sistemik dapat diresepkan oleh dokter bila pasien menderita selulitis, infeksi yang menagncam kehidupan, atau menderita gangguan imunologis yang berat. Penggunaan rutin dari antibiotik topikal perlu dikurangi, penggunaannya yang kurang bijaksana dan mendorong timbulnya strain bakteri yang tahan terhadap antibiotik multipel dan penggunaan topikalnya dapat menyebabkan reaksi sensitivitas lokal.
e.       Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah yang banyakn dapat menembus balutan non-oklusif dan menigkatkan resiko infeksi luka. Eksudat juga dapat mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi terendam air.
Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat. Begitu juga dengan semua luka, pilihan balutan dapat dipengaruhi oleh:
o   Letak luka dan kemudahan atau kesulitan pemasangan balutan
o   Ukuran luka
o   Frekuensi penggantian balutan yang diperlukan
o   Pertimbangan kenyamanan dan kosmetika
o   Tersedianya balutan dengan ukuran yang diperlukan.
f.        Penatalaksanaan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka Silastic Foam merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan, dapat ,melakukan desinfeksi permukaan dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka tersebut, di rumah, dengan stent baru yang dibuat berdasarkan permintaan dari perawat komunitas , yang dapat memantau perkembangan luka. Dalam hal ini lebih disukai untuk  membalut luka dengan menggunakan kasa pita. Bukan hanya agak sulit ditangani, kasa juga sangat dapat merusak luka akibat pembalutan terlalu rapat. Jika kasa mengering, kasa juga akan menempel dan bidang luka akan dengan mudah mengalami trauma saat lepasan balutan. Lengkung kapiler darah cenderung untuk tumbuh menembus jaring-jaring kasa dan mengalami kerusakan san pengangkatan balutan.
g.      Menangani luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat
Banyak balutan yang sesuai untuk menangani luka superfisial yang bersih. Memberikan lingkungan yang lembab dengan terus-menerus akan dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan mengurangi ras nyeri serta melindungi permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan dari kontaminasi. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan takterganggu selama beberapa hari.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan balutan. Pentingnya kenyamanan, kemudahan, dan penerimaan pasien secara kosmetik tidak boleh diremehkan, khususnya pada pasien-pasien dengan penyakit terminal, dimana penyembuhan luka mungkin bukan merupakan suatu tujuan yang realistik8  
2.      Pembersih Luka
2.1 Pembersihan berbagai luka
a.      Luka traumatik yang terkontaminasi dan jaringan lunak yang mengalami devitalisasi
Jika jaringan sangat terkontaminasi oleh kotoran dan bakteri atau mengalami devitalisasi, pengangkatan melalui tindakan bedah sering kali merupakan pengobatan pilihan jaringan lunak yang mengalami devitilisasi, berperan sebagai media kultur yang memprmudah perumbuhan bakteri dan menghalangi kemampuan sel darah putih untuk mencerna bakteri dan membunuhnya.
Dekontaminasi luka traumatik biasanya dilakukan dalam kecelakaan dan gawat darurat. Metode pengobatan secara umum diputuskna oleh petugas yang menangani korban kecelakaan. Pada beberapa kasus, debridemen perlu dilaksanakan dikamar operasi dengan anestesi umum. Pengangkatan benda asing seperti pecahan batu, mata pancing, dan pasir serta minyak pelumas yang bersifat superficial dapat diserahkan pada perawat. Tujuan pe ngangkatan benda asing adalh untuk mengeluarkan kontaminan sebanyak mungkindengan rasa sakit seminimal mungkin bagi pasien dan trauma yang minimum pula terhadap jaringan. Untuk cedera biasa pendekatan praktik yang terbaik adalah mencelupkan bagian yang cedera pada larutan garam atau dalam air fisiologis pada suhu tubuh, yang man apada hal tersebut dapat membantu meredahkan rasa nyeri dan membantu meredahkan debris. Untuk luka traumatis yang kecil tindakan asepsis tidak diperlukan sampai semua kontaminasi kasar dapat dikeluarkan.
b.      Luka bedah tertutup
Pendekatan yang berbeda diperlukan saat membersihkan luka bedah tertutup, yang pada mulanya masih dalam keadaan bersih. Dalam hal ini, tindakan asepsisi yang ketat diperlukan sejak awal untuk mencegah infeksi luka secara endogenus maupun eksogenus. Meskipun demikian apabila terjadi infeksi luka, maka penyebabnya hampir selalu dapat ditelusuri kembali kepada saat pembedahan dilakukan. Setelah dua sampai tiga hari, pada saat luka tertutup rapat maka pada umumnya dimungkinkan bagi pasien untuk mandi.
c.       Luka terbuka kronis
Pada saat membersihkan luka tersebut, seperti dekubitus dan ulkus tungkai terdapat kontroversi sekitar masalah kebutuhan asepsisi ketat khususnya dalam komunitas. Rumah pasien mungkin jauh, lebih aman dan lebih kurang patogen daripada lingkungan fisik bangsal di rumah sakit ! bagi seorang pasien dengan ulkus tungkai yang dirawat dirumah sendiri, membersihkan keseluruhan tungkai dalam sebuah mangkuk dapat menjadi tindakan terapeutik, khususnya bila tungkai pasien pernah dibalut denga perban kompresi selama satu minggu, dimana pembersihan luka merupakan sesuatu yang esensial bagi higeinitas bagi pasien.
Apabila menggunakan teknik bersih, bukan teknik aseptik maka selalu terdapat resiko di mana perawat secara tidak sengaja dapat bertindak sebagai efektor untuk infeksi silang yamg dapat memberi konsekuensi serius jika organisme seperti streptokokus β – hemolitikus atau pseudomonas terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, sangat bijaksana apabila melakukan teknik aseptik yang sangat ketat pada saat membersihkan luka kronik dibangsal rumah sakit dan memperlakukan semua sampah secara khusus baik di rumah sakit maupun di komunitas.8
3.      Penatalaksanaan Kedaruratan
3.1 Perdarahan hebat
Perdarahan terbuka pada ateri memerlukan penatalaksanaan yang sangat mendesak, dan merupakan tindakanpenting kedua setelah tindakan pemiliharaan jalan napas. Penekanan langsung pada bagian perdarahan serta meninggikannya lebih tinggi dari daerah tubuh yang lain seringkali merupakan seluruh tindakan yang diperlukan untuk menghentikan perdarahan dalam jangka pendek. Penatalaksanaan lebih lanjut terhadap luka yang mengenai pembuluh darah besar, merupakan tanggungjawab dokter dan prinsip-prinsipnya telah dijelaskan oleh Evans (1979) dan Mansfield dan Bradley (1985).
Memeriksa pakaian dan balutan sementara secara seksama dapat berguna, untuk mendapatkan beberapa petunjuk mengenai kehilangan darah eksternal. Ukuran luka mungkin sedikit berhubungan dengan tingkat keseriusan luka. Luka tembus yang terjadi akibat sebuah alat seperti belati kecil dan hanya memiliki luka terbuka bagian luar yang kecil saja. Sudah dapat menyebabkan kerusakan hebat pada pembuluh darah internal.
Pengukuran denyut nadi dan tekanan darah dapat menjadi indikator yang sangat buruk bagi keparahan pendarahan, karena tekanan darah dipertahankan sebagai prioritas utama oleh berbagai mekanisme autonom. Pada saat sirkulasi perifer berhenti bekerja secara nyata, posisinya mungkin tidak dapat pulih kembali. Pembacaan jalur tekanan vena sentral (CVP) memberikan perkiraan yang jauh lebih akurat mengenai volume darah pasien daripada pengukuran denyut nadidan tekanan darah, dan jalur CVP tersebut sangat ideal untuk memberikan transfusi darah yang cepat.
3.2  Luka Bakar
Akses awal untuk pengkajian dan penatalaksanaan spesialis sangat mendesak bagi semua pasien tetapi yang terbanyak untuk luka bakar minor, untuk memperkecil komplikasi yang dapat dihindari dan kecacatan jangka panjang. Pada orang dewasa dengan luka bakar yang melibatkan lebih dari 15% area permukaan tubuh merek, dan pada anak-anak dengan lebih dari 10% luka bakar, hipovolomia merupakan hal yang sangat mungkin terjadi dan dapat menyebabkan syok hipovolemik kecuali jika penggantian cairan diberikan dengan segera. Ringkasnya, prioritas yang segera dilakukan adalah:
a.       Mempertahankan jalan napas. Pada kasus-kasus edema berat pada wajah atau leher, mungkin diperlukan intubasi atau trakeotomi.
b.      Pernapasan. Oksigen mungkin diperlukan bila terhirup asap.
c.       Penggantian cairan. Gunakan regimen yang telah diketahui dan dilakukan pengawasan ketat terhadap keseimbangan cairan khususnya haluaran urine.
d.      Menghilanhkan nyeri. Entonox ataupun morfin intravena mungkin dibutuhkan, demikian pula dengan obat sedasi.
e.       Debridemen luka. Membuang kontaminan yang banyak dan jaringan lunak yang mengalami devitalisasi, seringkali pasien dibawah pengaruh anastesi umum.
f.       Pencegahan infeksi
g.      Dukungan pasikologis8
4.      Cara Merawat Luka
Merupakan tindakan keperawatan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Alat dan Bahan:
1.      Pincet anatomi
2.      Pincet cirulgin
3.      Gunting steril
4.      Kapas sublimat/saflon dalam tempatnya
5.      Larutan H2O2
6.      Larutan boor water
7.      Nacl 0,9 %
8.      Gunting perban (gunting tidak steril)
9.      Plester/pembalut
10.  Bengkok
11.  Kasa steril
12.  Mangkok kecil
13.  Handskon steril
Prosedur Kerja:
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3.      Gunakan sarung tangan steril
4.      Buka plester dan balutan dengan menggunakan pincet
5.      Bersihkan lukan dengan menggunakan saflon/sublimat, H2O2, boor water atau Nacl 0,9 % sesuai dengan keadaan luka. Lakukan dengan hingga bersih
6.      Berikan obat luka
7.      Tutup luka dengan menggunakan kasa sterril
8.      Balut luka
9.      Catat perubahan keadaan luka
10.  Cuci tangan.1


5.      Perawatan Dekubitus
Perawatan luka yang terjadi karena tekananyang terus menerus pada bagian-bagian tubuh sehingga sirkulasi darah ke daerah tersebut terganggu dan mengakibatkan nekrosis jaringan tubuh.
Prosedur pelaksanaan
1.      Cuci tangan dan gunakansarung tangan
Mengurangi transmisi pathogen yang berasal dari darah. Sarung tangan harus digunakan saat memegang bahan-bahan berair dari cairan tubuh.
2.      Tutup pintu ruangan atau gorden tempat tidur
Mempertahankan privasi klien.
3.      Baringkan klien dengan nyaman dengan area luka dekubitus dan kulit sekitar mudah dilihat.
Area dapat diakses untuk membersihkan luka dan kulit sekitar.
4.      Kaji kulitdekubitus dan kulitsekitar untuk menentukan derajat luka.
Kondisi luka dapat mengindikasikan kerusakan jaringan progresif.
o   Perhatikan warna, kelembapan, dan penampilan kulit di sekitar luka
Kelembapan terus menerus menyebabkan maserasi
o   Ukur diameter luka
Memberikan hasil pengukuran objektif dari luka. Dapat menentukan tipe balutan yang dipilih: area permukaan panjang atau lebar.
o   Ukur kedalaman luka dekubitus dengan  menggunakan aplikator berujung kapas atau alat lain yang memungkinkan pengukuran kedalamluka.
Pengukuran kedalam penting untuk menentukan volume luka, meskipun permukaan area sangat adekuat menunjukkan kehilangan jaringan pada ulkus derajat satu dan dua,volume lebih adekuat menunjukkan kehilangan jaringan pada luka dengan derajat lebih dalam 3 sampai 4
o   Ukur kedalam lubang kulit dengan nekrosis jaringan. Gunakan aplikatorberujung kapas steril dan dengan lembut tekan tepi luka.
Lubang menunjukkan  kehilangan jaringan dibawah kulit lebih besar.
Lubang mengindikasikan nekrosis jaringan progresif
5.      Cuci kulit sekitar luka dengan lembut dengan air hangat dan sabun. Cuci secara menyeluruh denga air.
Pembersih permukaan kulit mengurangi jumlah bakteri yang menetAP. Sabun dapat mengiritasi kulit.
6.      Dengan prlahan keringkan luka secara menyeluruh denga handuk dengan cara ditekan-tekan.
Kelembapan terus-menerus menyebabkan maserasi lapisan kulit.
7.      Gunakan sarung tangan steril.
Teknik aseptic harus dipertahankan selama membersihkan, mengukur dan memasang balutan.
8.      Bersihkan luka secara menyeluruh dengan cairan saling normal atau agens pembersih. Untuk luka dalam, gunakan semprit irigasi.
Menghilangkan debris yang terkelupas dari luka. Sebelumnya dibutuhkan perendaman dengan enzim untuk pengangkatan.
9.      Gunakan agens topical jika diresepkan.
Enzim
o   Pertahankan sarung tangan steril. Oleskan sedikit salep enzim pada telapak tangan.
Tidak memerlukan salep yang terlalu banyak. Lapisan yang tipis engabsorpsi dan bekerja lebih efektif. Kelebihan obat dapat mengiritasi kulit sekitarnya. Gunakan hanya pada area nekrotik.
o   Ratakan obat dengan menggosok telapak tangan kuat-kuat.
Agar salep lebih mudah dioleskan pada luka.
o   Oleskan salep secara tipis dan merata disekitar luka nekrotik.
Jangan oleskan enzim pada kulit sekitar luka.
o   Basahi kasa balutan dengan  cairan garam fisiologis dan tempelkan langsung pada luka.
Melindungi luka, mempertahankan permukaan lembab, mengurangi waktu dalam penyembuhan. Sel kulit pada daerah yang normal hidup dalam keadaan lembab.
o   Tutup kasa yangbasa dengan kasa yang kering dan plester dengan baik.
o   Mencegah bakteri yangmasuk dalam balutan yang lembab.
Antiseptic
o    Luka dalam : berikan salep antiseptic pada tangan dengan sarung tangan dominan dan oleskan ecara merata salep di sekitar luka.
Salep antiseptic menyebabkan iritasi jaringan minimal. Semua permukaan luka harus tertutup untuk mengontrol pertumbuhan bakteri dengan efektif.
o   Pasang bantalan kasa steril  di atas luka dan plaster dengan kuat.
Melindungi luka dan mencegah hilangnya sale[ selama berbalik atau berubah posisi.
Agens Hidrogel
o   Tutup permukaan luka dengan hidrogel menggunakan aplikator  steril atau sarung tangan.
Mempertahankan kelembapan luka sambil mengabsorpsi kelebihan drainase. Mungkin digunakan secara karier untuk agens topical.
o   Pasang kasa kering yang halus diatas gel untuk menutupi lukaeengan sempurna.
o   Absorben seperti kasa kering digunakan untuk menahan hidrogel diatas permukaan luka.
Kalsium alginate.
Bungkus luka denga alginat dengan menggunakan aplikator atau sarung tangan.
Mempertahankan kelembapan luka saat mengabsorbsi kelembapan drainase.
o   Gunaka kasa kering ya ng halus atau hidrokoloid di atas alginat.
Memepertahankan alginat diatas permukaan luka.
10.  Ubah posisi klien dengan nyaman tidak pada posisi luka dekubitus
Menghindari lepasnya balutan tanpa disengaja.
11.  Lepaskan sarung tangan dan bereskan peralatan yang basah, cuci tangan.
Mencegah transmisi mikroorganisme.
12.  Catat penampilan luka dan perawatan (tipe agens topikal yang digunakan, balutan yang digunakan, dan respon klien dalam catatan perawat).
Observasi dasar dan inspeksi menunjukkan kemajuan penyembuhan.
13.  Dokumentasikan adanya penyimpangan penampilan luka.
Penyimpangan kondisi dapat mengindikasikan kebutuhan untuk terapi tambahan.3
6.      Cara Menjahit Luka
Merupakan tindakan keperawatan untuk menutup luka melalui jahitan, bertujuan mencegah terjadinya perdarahan, mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan
Alat dan Bahan:


1.      Pincet antomi
2.      Pincet cirulgin
3.      Gunting steril
4.      Naald voerder
5.      Jarum
6.      Benang
7.      Laruatan betadine
8.      Alkohol 10 %
9.      Obat anatesi
10.  Spuit
11.  Duk steril.
12.  Pisau steril
13.  Gunting verban
14.  Plester/pembalut
15.  Bengkok
16.  Kasa steril
17.  Mangkok kecil
18.  Handskun steril


Prosedur Kerja
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3.      Gunakan sarung tangan steril
4.      Lakukan desinfeksi daerah yang akan dijahit kemudian lakukan anastesi yang akan dijahit
5.      Lakukan jahitan pada daerah yang dikehendaki dengan menggunakan tehknik menjahit sesuai dengan kondisi luka
6.      Berikan betadine
7.      Tutup luka dengan menggunkan kasa steril
8.      Lakukan pembalutan
9.      Catat perubahan keadaan luka
10.  Cuci tangan.
7.      Cara Mengangkat atau Mengambil Jahitan
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengangkat jahitan lukah bedah atau mengambil jahitan pada luka bedah dengan cara memotong simpul jahitan, bertujuan mencegah infeksi silang dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Alat Bahan:


1.      Pincet anatomi
2.      Pincet cirulghin
3.      Arteri klem
4.      Gunting angkat jahitan steril
5.      Lidi kapas (lidi yang diberi/dilapisi kapas pada ujungnya)
6.      Kasa steril
7.      Mangkok steril
8.      Gunting pembalut
9.      Plester
10.  Alkohol 70 %
11.  Larutan H2O2, saflon/ iso, atau larutan lainnya sesuai dengan kebutuhan
12.  Obat luka
13.  Gunting perban
14.  Bengkok
15.  Handscone steril


Prosedur kerja :
1.      Cuci tangan
2.      Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
3.      Gunakan sarung tangan steril
4.      Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
5.      Bersihkan luka dengan menggunakan saflon/sublimat, H2O2, boorwater atau NaCl o,9 % sesuai dengan keadaan luka, lakukan hingga bersih.
6.      Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian gunting benagn dan tarik dengan hati – hati lalu dibuang pada kasa yang disediakan.
7.      Tekan daerah sekitar luka sehingga push/nanah/ seratus tidak ada
8.      Berikan obat luka
9.      Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
10.  Lakukan pembalutan
11.  Catat perubahan keadaan luka
12.  Cuci tangan.

E.     Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah luka secara umum dapat dinilai dari sempurnanya proses penyembuhan luka, tidak ditemukan adanya tanda radang, tidak ada perdarahan, luka dalam keadaan bersih, dan tidak ada keloid/ skiatrik. 1


BAB IV
PENUTUP
A.      Simpulan

Perawatan luka adalah suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka. Tujuan dari perawatan luka adalah menjaga luka dari trauma, imobilisasi luka, mencegah perdarahan, mencegah kontaminasi oleh kuman, mengabsorbsi drainase  dan meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.

B.       Saran

Dalam penysunan makalah sebaiknya mahasiswa menggunakan minimal lima literatur untuk menghasilkan makalah yang isinya lengkap dan sebaiknya perlu ditambahkan lagi buku-buku kesehatan lainnya yang belum tersedia di perpustakaan untuk menunjang penyelesaian tugas mahasiswa.














DAFTAR PUSTAKA
1.    1.  Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika
2.   2.  http://askep-supriyono.blogspot.com/2010/02/askep-perawatan-luka.html
3.    3.  Kusyati, Eni.2006.Keterampilan  dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC
5.     5 Saryono dan Anggriyana Tri Widianti.2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Nume Medika
7.    7.  Warner, David dan Jane Maxwell. Apa yang Anda Kerjakan Bila tidak ada dokter.Yogyakarta: Andi Yem
8.    8.  Morison, Moya J. 2003. Manajemen Luka. Jakarta: EGC


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS